Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) berguna untuk melakukan sejumlah proyek di Desa Torosiaje. Itu termasuk renovasi jembatan dan pembangunan lapak untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Hal ini merupakan bagian dari program “Dedikasi untuk Negeri” yang bertujuan untuk memperkuat sektor pariwisata.
Kepala KPw Bank Indonesia Gorontalo, Dian Nugraha, menjelaskan bahwa Program PSBI berfokus pada renovasi jembatan di tengah desa yang sudah tidak layak dan rentan terendam saat air pasang. Renovasi ini bertujuan untuk menambah daya tarik Desa Torosiaje sebagai objek wisata unik di Gorontalo.
Dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional dan pemberdayaan masyarakat, Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Provinsi Gorontalo menggunakan anggaran PSBI.
Program ini terancang untuk memberdayakan masyarakat dan melibatkan mereka dalam kegiatan sosial yang terencana dan sistematis. Tujuan utamanya adalah mendukung efektivitas kebijakan, berkomunikasi dengan masyarakat, dan mendorong pemberdayaan sosial serta ekonomi.
Salah satu hasil dari program ini adalah pembangunan lapak yang bertujuan untuk menambah atraksi dan fasilitas pendukung pariwisata. Program tersebut juga memberikan tempat usaha yang layak bagi UMKM di daerah tersebut. Desa Torosiaje terpilih karena keindahan alamnya, termasuk pulau-pulau dan pantai yang menawan.
Keunikan tempat ini juga bepadu dengan kuliner lezat dan unik, seperti lobster dan gurita. Kuliner tersebut membuat Desa Torosiaje menjadi tujuan wisata kuliner laut yang populer di kalangan wisatawan.
Tidak lama setelah peresmian, lapak tersebut langsung menjadi primadona bagi pengunjung dan masyarakat setempat. Di sana, pengunjung dapat menemukan toko yang menjual makanan laut segar dan suvenir khas Torosiaje.
Kuliner dan Budaya Khas Suku Bajau
Selain menikmati keindahan desa dan berfoto dengan tulisan “Torosiaje” di lapak, pengunjung yang menyukai kuliner tidak boleh melewatkan kesempatan untuk mencoba lobster saus tiram. Makanan lezat ini ialah olahan dari hasil tangkapan nelayan setempat, sehingga kelezatannya tetap terjaga.
Setelah puas menikmati hidangan, pengunjung dapat membeli berbagai oleh-oleh khas Torosiaje yang terbuat dari limbah laut, seperti boneka, gantungan kunci, atau asbak. Harganya pun sangat terjangkau, mulai dari Rp5.000 hingga Rp30 ribu per buah.
Selain pesona alam, rumah-rumah di atas laut, dan daya tarik lainnya, Suku Bajau Torosiaje juga terkenal dengan tradisi dan adat istiadat mereka yang masih kental dan lestari hingga saat ini, termasuk ritual tolak bala.
Ritual ini berlangsung dalam dua tahap, yaitu ritual malam dan ritual pagi yang melibatkan tokoh adat, tokoh agama, dan orang tua di kampung.
Pada ritual malam, bendera perkampungan mereka buat dengan menggunakan kain putih dengan tulisan ayat-ayat Al-Quran serta kata-kata yang terpilih dengan cermat. Hanya orang terpilih yang berhak menulis bendera tersebut di bawah pengawasan ketua adat.
Pada pagi harinya, bendera yang telah tertulis terpasang di depan kampung atau di atas air.
Selain itu, Suku Bajau Torosiaje juga memiliki ritual adat yaitu Masoro. Ritual ini berlangsung ketika masyarakat di daerah tersebut mengalami indikasi penyakit atau kesialan.
Prosesi adat Masoro berlangsung selama tiga hari dan melibatkan pembuatan perahu berlayar ke laut lepas. Di dalam perahu tersebut, masyarakat menaruh makanan yang mereka masak dan mentah. Selain itu juga ada berbagai jenis buah yang sesuai dengan makanan yang biasa mereka konsumsi.
Ketua adat lah yang memimpin prosesi adat Masoro. Selama proses ini, masyarakat Suku Bajau tak boleh keluar masuk kampung, membuat suara keras, dan menerima tamu dari luar kampung.
Mari kunjungi Torosiaje, surga wisata bahari yang memanjakan mata dan jiwa, seakan membawa kita ke negeri yang berbeda. (ant)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi