“Awalnya kerja sambil nerima orderan, abis lebaran beraniin diri buat resign. Sampai sekarang, yang awalnya masih di rumah, sampai Juli 2023 beraniin buka studio,” ucapnya.
Banyak kompetitor nail art serupa di Semarang dan tempat lain
Lebih lanjut, lantaran naik art mulai menjadi tren daily use, tentu banyak pihak yang kemudian juga menangkap peluang yang sama. Tika mengakui, salah satu tantangan bisnis nail art ialah banyaknya kompetitor serupa.
Terlebih, menjadi nailist tak terlalu membutuhkan modal besar. Sehingga, lebih mudah bagi orang untuk membuka studio nail art.
“Lebih banyak pesaingnya, banyak yang buka studio, strateginya pinter-pinter promosi, buat konten juga penting, kadang banyak yang tau dari media sosial misalnya TikTok,” ucapnya.
Selain itu, Tika menyebut jika nail art sebenarnya bukan sesuatu yang diperbolehkan di agama Islam. Sebab, cat kuku atau tempelan kuku palsu bisa menghalangi air wudhu menembus ke pori-pori kuku.
BACA JUGA: Wadahi Kreativitas Anak Muda, Toko Ola Semarang Edarkan Pernak-Pernik Fesyen Brand Lokal
Artinya, bagi umat muslim, nail art bisa menghalangi ibadah sholat. Sayangnya, tak jarang nailist yang nakal mengklaim bahwa gell nail art yang mereka gunakan halal. Padahal, kata Tika, nail art tetap tak sah untuk sholat.
“Kalau aku ngomong jujur kalau ini nggak bisa buat sholat, buat edukasi dia juga kan, kalau mau press on nail aja bisa lepas pasang,” ucapnya.
Tika sendiri menawarkan berbagai jenis nail art di studionya yang beralamatkan di Jalan Srikandi Nomor 340, Plombokan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang. Harganya pun bervariasi, mulai dari Rp35 ribu hingga Rp150 ribu. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi