SEMARANG, beritajateng.tv – Modifikasi cuaca yang diupayakan oleh Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi, menggandeng Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mendapat kritikan akademisi.
Profesor Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota Undip, Wiwandari Handayani, menilai modifikasi cuaca tidak menyelesaikan masalah, melainkan hanya memindahkan lokasi banjir saja.
“Menurut saya itu [modifikasi cuaca] memindahkan masalah banjir. Iya, tetapi tidak menyelesaikan masalah,” ujar Wiwandari saat beritajateng.tv via WhatsApp Call, Senin, 27 Oktober 2025 malam.
Ia menjelaskan, kondisi geografis di Kaligawe dan Genuk yang mengalami penurunan muka tanah serta kenaikan muka air laut membuat kawasan itu sangat rentan banjir, bahkan dengan curah hujan ringan sekalipun.
“Di Kaligawe itu kan kondisi lahannya sudah sangat memprihatinkan. Dikasih hujan sedikit saja sudah banjir,” jelasnya.
BACA JUGA: Pakar Undip Ungkap Akar Masalah Banjir Kaligawe: Bukan Pompa, Tapi Alih Fungsi Lahan di Semarang Atas
Meski begitu, upaya memindahkan hujan ke wilayah lain dengan operasi modifikasi cuaca belum tentu aman bagi daerah penerima, utamanya jika curah hujannya tinggi.
“Mungkin kalau mau modifikasi cuaca itu di pindahkan ke tempat lain yang kapasitas [menampung air] masih lebih baik. Tapi belum tentu daerah itu juga aman dari hujan ekstrem. Jadi bisa saja hanya memindahkan masalah, bukan menyelesaikan masalah,” tegasnya.
Ia menambahkan, jika hujan dialihkan ke kawasan hulu seperti Kabupaten Semarang yang alirannya bermuara juga ke Kota Semarang, efeknya justru sama saja.
“Apalagi kalau dipindahkannya ke daerah hulu yang alirannya sampai ke hilir-hilirnya Kaligawe juga, ya sama saja, mungkin hanya menunda saja. Hujannya ditunda, tapi akar masalahnya tidak terselesaikan,” imbuhnya.
Banjir Kaligawe kompleks karena libatkan banyak lembaga dan lintas kewenangan
Lebih jauh, Wiwandari menjelaskan persoalan banjir Kaligawe tidak hanya berada di bawah tanggung jawab Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang atau Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah semata.
Ia menegaskan, koordinasi antarlembaga menjadi tantangan utama karena penanganan pompa dan sistem sungai berada di bawah tiga instansi berbeda.
“Masalah banjir itu bukan hanya masalahnya Kota Semarang dan Provinsi Jawa Tengah saja, tapi juga ada BBWS atau Balai Besar Wilayah Sungai yang berada di bawah Kementerian PU,” tuturnya.













