Tri Saptono mengatakan, untuk guru mengaji biasanya diminta dari kalangan napi sendiri. Mereka yang sudah bisa membaca ayat suci Alquran serta Iqra diminta mengajari temannya yang belum pandai membaca Alquran.
Selain itu, pihak Lapas juga mendatangkan guru agama dari luar Lapas atas rekomendasi dari Kementerian Agama Kota Semarang.
“Baik tahanan maupun narapidana, bagi yang muslim dituntun untuk bisa mengaji, karena itu mereka yang belum bisa membaca Alquran kita bimbing untuk membaca Alquran,” kata Kalapas.
Kalapas juga berharap kepada masyarakat umum untuk bisa merangkul mantan napi yang telah menyelesaikan masa hukumannya. Agar para mantan napi tersebut bisa berbaur kembali ditengah-tengah lingkungan masyarkat dengan baik.
“Harapannya masyarakat dapat menerima mereka, hilangkan stigma negatif terhadap mantan napi, agar mereka tidak kembali berbuat kesalahan,” harapnya.
Salah satu napi, Dinoyo (45) menjelaskan, selama didalam lapas dirinya banyak mengalami perubahan, bisa lebih dekat kepada Tuhan. Napi yang akan bebas sebentar lagi ini berjanji tidak akan mengulangi lagi kesalahannya.
“Saya sangat bersyukur karena Lapas bisa di sulap menjadi pondok pesantren yang nuansa nya sangat Islami, saya berharap bisa belajar baca Al-Qur’an dan lebih mendekatkan diri pada Allah SWT dan setelah bebas bisa menjadi imam yang baik bagi keluarga dan contoh yang baik bagi masyarakat,” ujar Dinoyo napi terpidana pembunuhan 15 tahun tersebut. (Ak/El)