SEMARANG, beritajateng.tv – Ada satu jenama asal Kota Semarang yang mampu mengolah timbunan sampah plastik dan menjadikannya pundi-pundi rupiah. Namanya ialah Seko Upcycle.
Seko Upcycle mengumpulkan sampah kantong plastik yang kemudian mereka olah menjadi produk fesyen kekinian, seperti dompet, lanyard, sling bag, hingga tas.
Dalam satu kali produksi, Seko Upcycle mampu mendaur ulang 40 hingga 50 lembar kantong plastik. Sehingga, selama mereka 1,5 tahun berdiri sejak 2021 lalu, total mereka telah mengolah lebih dari 1.000 kilogram kantong plastik.
“Sampai saat ini data yang kami kumpulin selama 1,5 tahun bisa mendaur ulang 1.000 kilogram kantong plastik,” jelas Zamaris Biandi, salah satu founder Seko Upcycle kepada beritajateng.tv, belum lama ini.
BACA JUGA: Kreatifnya Anak Muda Semarang, Seko Upcycle Sulap Sampah Plastik Jadi Produk Fesyen Kekinian
Biandi menjelaskan, satu kali produksi biasanya membutuhkan waktu kurang lebih selama 2 bulan. Lama, karena dalam proses penjahitan, Seko Upcycle masih menggunakan vendor pihak ketiga.
Apalagi, tidak semua penjahit menerima bahan sampah plastik. Terlebih, kini hanya ada satu penjahit yang bisa menjahit sampah plastik menjadi produk fesyen kekinian.
“Sadly (sayangnya), kebanyakan pembeli kami masih Jakarta, Bandung, dan Bali, kota-kota yang udah biasa menggunakan produk sustainable. [Sedangkan] Semarang masih belum terlalu aware,” imbuhnya.
Seko Upcycle lalui proses panjang, dari pengumpulan hingga penjahitan
Saat melakukan riset pada 2021, Biandi menemukan fakta bahwa kantong plastik tidak dikumpulkan oleh pengepul dan pemulung. Sebab, ternyata kantong plastik tidak memiliki harga jual alias nol rupiah.
Lantaran telah mengetahui cara pengolahan sampah plastik, Biandi dan dua temannya kemudian bersikeras untuk mengolah sampah plastik. Yang pertama mereka lakukan ialah, mengedukasi bank sampah bahwa plastik sampah juga memiliki nilai.
“Makanya kami source-nya (sumbernya) harus kami bentuk dulu, kami ajarin ke bank sampah. Kami bilang ke mereka, yang awalnya kantong plastik enggak ada harganya, kita [orang-orang] jadi beli dengan harga tinggi,” tuturnya.