SEMARANG, 14/3 (BeritaJateng.tv) – Kota Semarang menargetkan masuk kota layak anak (KLA) kategori utama pada 2022. Saat ini, Kota Semarang sudah berada pada predikat nindya. Perlu komitmen seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) untuk mewujudkan hal tersebut.
Fasilitator KLA Provinsi Jawa Tengah sekaligus pendamping KLA Kota Semarang, Paulus Mujiran menyampaikan, memang harus ada komitmen seluruh dinas untuk menjalankan kota layak anak dengan sungguh-sungguh. Perlu dibuktikan dengan data, dokumentasi, dan dokumen pendukung lainnya untuk mencapai level utama. Kota Semarang juga masih harus menuhi dua klaster.
Pertama, klaster hak sipil dan kebebasan. Klaster ini berkaitan dengan akta kelahiran, informasi layak anak, dan forum anak. Kegiatan forum anak di Kota Ssmarang masih kurang di level kota, kecamatan, maupun kelurahan. Misalnya di tingkat kota, Forum anak harus dilibatkan dalam penyusunan regulasi peraturan daerah (perda). Hal ini belum berjalan optimal di Kota Semarang. Forum anak juga seharusnya dilibatkan dalam musyawarah rencana pembangunan (musrenbang).
“Perencanaan kota harus ada forum anak. Kota Semarang mau bikin trotoar yg dilalui anak-anak pulang sekolah harus ditanyakan kepada mereka apakah nyaman dengan akses ini atau tidak,” jelas Paulus, saat menjadi pemateri dalam penguatan gugus tugas KLA Kota Semarang, di Hotel Grasia, Senin (14/3/2022).
Forum anak, lanjut dia, juga harus dilibatkan dalam pembangunan kecamatan dan kelurahan. Anak dipastikan nyaman tinggal di keluran setempat. Sehingga, setiap pembangunan harus melibatkan forum anak. Menurtnya, selama ini anak-anak masih jarang dilibatkan di musrenbang kelurahan.
“Sehingga, usul-usulan di kelurahan lebih bersifat fisik infrastruktur talud, selokan, jalan, aspal dan sebagainya. Sementara, kegiatan untuk anak-anak tidak ada. Di sisi itu yang masih kurang di forum anak,” terangnya.
Kemudian, Paulus menyebutkan, klaster berikutnya yang perlu menjadi perhatian adalah lingkungan keluarga terkait pengasuhan.
Selain dua klaster tersebut, kawasan tanpa rokok juga masih sulit diterapkan di Kota Semarang. Apalagi, tak bisa ditampik bahwa masih banyak pendapatan asli daerah (PAD) Kota Semarang yang bersumber dari rokok. Penerapan kawasan bebas rokok di OPD juga masih sulit.
“Ketika OPD mendeklarasikan kawasan tanpa rokok, tidak ada orang merokok sedikitpun di kantor itu, dari parkiran sampai ruangan. Itu sulit diwujudkan. Di kelurahan juga begitu kalau di RS, puskesmas, sekolah bisa. Kalau di dinas, kecamatan, kelurahan, RW tidak mungkin full bebas rokok,” terangnya.