Lebih jauh, Dinas ESDM Jateng menyampaikan jika secara kasat mata pelaku tambang legal dan ilegal memang sulit dibedakan. Namun yang pasti, bagi pelaku tambang berizin, dipastikan ada palang pemberitahuan kegiatan penambangan di lokasi penambangan.
“Bila tidak ada palang itu 99 persen ilegal, meskipun tak menutup kemungkinan adanya pemasangan palang palsu. Selain itu, ini (tambang ilegal) juga permasalahan kita bersama, termasuk masyarakat, karena mereka (ilegal) tak bisa kita sebut penambang, tapi pencuri sumber daya,” beber Agus.
Sehingga, bagi Agus, permasalahan tambang ilegal ini menjadi tanggung jawab semua pihak. Tak terkecuali masyarakat yang terlibat di dalamnya.
Akui tambang legal tak dapat penuhi PSN hingga 2024, Agus sebut permintaan pasar tak seimbang
Perihal tambang legal hanya mampu penuhi kebutuhan sekitar 30 persen, Agus menilai kekurangan bahan baku untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) hingga 2024 itu terjadi akibat permintaan pasar yang tak seimbang.
“Demand dan supply tidak imbang itu yang terjadi. Apa yang teman-teman ATBI sampaikan itu memang faktual di lapangan” ujar Agus.
BACA JUGA: Tambang Legal Hanya Mampu Penuhi 30 Persen Kebutuhan PSN, Ketua ATBI Jateng: Terbentur Perizinan
Menurutnya, kegiatan konstruksi di Jateng belum mempertimbangkan kebutuhan dan resources atau sumber bahan tambang dengan cukup matang. Baginya, hal ini membuat nihilnya sinkronisasi antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) hingga Pemerintah Pusat.
“Harusnya ada sinkronisasi dalam suatu perencanaan pembangunan secara komprehensif, di bawah sampai ke atas itu harus pasti. Kebutuhannya berapa dan mau cari di mana, itu harus jelas,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi