“Kalau tadi lihat 53 persen, sebenarnya cukup mengkhawatirkan. Ini warning. Ini PR bagi Bu ita,” ujarnya.
Sebenarnya, sebut Wahid, banyak program bagus dari petahana (Mbak Ita), yang mungkin bisa lebih unggul dari Yoyok di Pilwakot Semarang. Hanya saja, bagaimana cara penyampaian kepada pemilih dan perlu mencari inovasi baru.
Apalagi, sambung dia, muncul figur penantang yaitu Yoyok Sumawi yang memiliki investasi lama di PSIS. Ia menjadi anggota dewan, dan orangtua sempat menjadi walikota. Sehingga, jaringan politik cukup berjalan.
Namun, PDIP tentunya tidak mau kalah kedua kali setelah kalah di Pilpres. Apalagi, Semarang merupakan barometer Jateng. Ketika rekom turun (ke Ita). Saya kira PDIP akan bisa lebih solid,” ucapnya.
Peneliti The Republic Institute, Sufyanto mengatakan, dalam teori voting behavior bagaimana cara menilai incumben sangat mudah terlihat dari tingkat kepuasan.
Jika tingkat kepuasan ada perbaikan hingga menjelang 27 November, tentu akan menaikan elektabilitas.
“Tapi, kalau tidak diperbiaki sangat sulit menaikkan elektabilitas. Banyak pengalaman incumben. Kalau kebijakan tidak bisa kita rasakan tren akan semakin turun. Itu catatan bagi incumben di mana saja. Penting ketika ikut kompetisi kembali mempertimbangkan aspek kinerja,” jelasnya. (*)
Editor: Elly Amaliyah