“Sedih tapi gimana, kita gak bisa berlarut-larut sedih terus, nanti bisa memperburuk penampilan. Kita sebagai pemain tetap maksimal tampil,” katanya.
Ngesti Pandowo tetap tampil di tengah keterbatasan
Senada, Ketua WO Ngesti Pandowo turut mengamini pasang surut eksistensi wayang orang di Kota Semarang. Untuk masalah pendanaan, misalnya, WO Ngesti Pandowo telah lama tidak mendapat anggaran dana dari pemerintah.
“Jadi kami betul-betul mandiri, hanya dari hasil penjualan tiket, itu pun belum bisa menutup kebutuhan. Memang kesenian wayang orang itu ibarat perusahaan ya perusahaan nirlaba atau nonprofit,” terangnya.
Djoko melanjutkan, kapasitas Gedung Ki Narto Sabdo hanya bisa menampung 100 pengunjung. Sementara harga tiket untuk satu penampilan terbanderol Rp30 ribu. Walaupun tiket terjual habis, nyatanya hasil penjualan tiket belum mampu menutup biaya produksi.
Ia pun menyebut hampir sebagian pemain WO Ngesti Pandowo menerima panggilan pentas di luar kelompok demi bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Jadi kita hampir selalu defisit, namun demikian juga kami masih optimis untuk tetap eksis karena anak wayangnya itu semangatnya luar biasa. Itu modal utama keberlanjutan WO Ngesti Pandowo yaitu semangatnya luar biasa,” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi