“Ketika going concern, kami mengacu Pasal 72. Kalau ada yang berani menanggung kerugian dari adanya going concern, kami siap,” tegasnya.
Ungkap produksi dan penjualan rugi sejak Juni 2024, kurator yakin going concern bukan putusan tepat
Menurut keterangannya, proses produksi dan penjualan perusahaan mengalami kerugian yang besar pada Juni 2024. Mengacu pada beban utang dan kualitas asetnya, Denny menilai going concern adalah keputusan yang tidak tepat.
Justru, kata Denny, pernyataan PHK menjadi penting bagi karyawan, utamanya karyawan PT Bitratex yang telah di rumahkan sejak 2022 tanpa uang tunggu sejak September 2024.
“Penerapan going concern bukan solusi untuk pekerja PT Bitratex karena sebelum putusan pailit, pekerja telah di rumahkan tanpa gaji atau uang tunggu,” jelasnya.
BACA JUGA: Profil Sritex, Perusahaan Tekstil Terbesar di Asia Tenggara yang Tinggal Sejarah
Denny memaparkan, para buruh bisa mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kehingan Pekerjaan (JKP), dan mengklaim BPJS jika sudah di – PHK. Denny juga menampik pernyataan yang menyebut kurator sulit di temui.
“Justru yang kami belum pernah ketemu Dirut (Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto). Ketika kurator datang di pabrik di Sukoharjo, kami di tempatkan di posko kepailitan di belakang pos satpam. Dan kami tidak pernah ditemui Dirut. Jadi yang susah ditemui itu siapa sebenarnya, tim kurator atau Dirut? Kalau Direktur Utama mau ketemu kurator gampang, tinggal telepon, beres, ketemu,” pungkasnya. (*)
Editor: Farah Nazila