SEMARANG, beritajateng.tv – Pelaksanaan Sekolah Rakyat yang terkesan terburu-buru mendapat kritik Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Tengah, Muhdi.
Hal itu ia ungkap saat menanggapi data kebutuhan guru di Jawa Tengah keluaran Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI.
Berdasarkan data tersebut per Oktober 2024, total kebutuhan guru di Jawa Tengah mencapai 2.298. Muhdi turut menyoroti ramainya sekolah yang memanfaatkan tenaga dari guru tamu yang sebetulnya tak boleh.
“Sekarang terjadi di sekolah, akhirnya mencari seperti guru tamu atau apa pun; itu tidak boleh mestinya. Sekarang jangankan guru tamu, guru honorer saja tidak boleh. Maka selesaikan agar pendidikan ini semakin baik,” ungkap Muhdi saat dijumpai di kantornya, Kamis, 31 Juli 2025.
Ia turut menyinggung beda cara pandang antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah dengan Direktur Jenderal GTK soal kebutuhan guru.
BACA JUGA: Pemkot Semarang Siapkan Sekolah Rakyat di Rowosari Tembalang, Termasuk SDM Tenaga Pendidik
“Sepanjang cara dalam mempersepsikan mutu pendidikan itu tidak sama, saya kira kita tidak akan bisa mencapai pendidikan yang bermutu atau menghasilkan generasi unggul,” sambung Muhdi.
Terkait hal itu, Muhdi menyinggung Sekolah Rakyat yang Presiden RI Prabowo Subianto gagas di bawah naungan Kementerian Sosial (Kemensos) RI.
Menurutnya, pengadaan Sekolah Rakyat untuk memberikan akses pendidikan ke anak-anak kurang mampu merupakan cara yang tak normal.
Pihaknya pun turut menyoroti Sekolah Rakyat yang pada akhirnya mesti Kemensos RI urus lantaran dianggap darurat.
“Maaf ya, sebenarnya kalau bisa selesaikan dengan cara-cara normal itu tidak perlu Sekolah Rakyat. Menurut saya akhirnya ini tidak normal, kenapa? Terpaksa yang ngurus juga Kemensos, sudah tidak sesuai dengan apa yang semestinya karena dianggap kondisinya darurat,” ucap Muhdi.