BACA JUGA: Sekolah Swasta di Kota Semarang Bakal dapat Keringanan PBB Sampai 75 Persen
“Di Jawa ada dogma ana rega ana rupa (ada harga, ada rupa). Nah, itu tidak boleh berlaku di pendidikan. Sekolah negeri maupun swasta harus berada pada kualitas yang sama,” ujarnya.
Turahmat mencermati tren penurunan kualitas dan fasilitas di sejumlah sekolah negeri beberapa tahun terakhir. Dia menyebut banyak sekolah negeri kalah bersaing dengan swasta, baik dari segi kualitas pengajaran maupun sarana prasarana.
Karena itu, dia mengingatkan agar kebijakan gratis biaya pendidikan (sekolah) tidak menjadi dalih bagi pemerintah. Untuk mengurangi anggaran atau perhatian terhadap mutu pendidikan.
“Jangan sampai ini hanya soal gratis. Yang penting ada bangku, papan tulis, kapur tinggal oret-oret. Itu bahaya kalau sampai begitu,” ujarnya mengkritik pendekatan minimalis dalam kebijakan pendidikan.
Dia menekankan bahwa standar pendidikan harus menyesuaikan perkembangan zaman. Di era teknologi dan kecerdasan buatan saat ini, pendidikan harus dengan dukungan infrastruktur digital yang memadai.
“Kalau sekarang musimnya orang pakai AI, ya semuanya ke sana. Pakai IT, ya semuanya ke sana. Pendidikan gratis tidak boleh menurunkan mutu pendidikan di republik ini,” ujarnya.
Turahmat berharap implementasi putusan MK ini berjalan secara menyeluruh, tidak hanya membebaskan biaya. Tetapi juga menjamin kualitas pengajaran dan fasilitas pendukungnya.
“Kalau pemerintah sudah menggratiskan, maka kualitasnya juga harus paripurna. Itu syarat mutlak agar pendidikan benar-benar mencerdaskan bangsa,” tutur Kepala Dikdasmen Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung (YBWSA) itu.
Sedikit informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
MK memerintahkan pemerintah menggratiskan pendidikan wajib belajar sembilan tahun di sekolah swasta.
Permohonan dengan nomor 3/PUU-XXIII/2025 diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bersama tiga pemohon individu, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika dan Riris Risma Anjiningrum.(*)
Editor: Elly Amaliyah