Scroll Untuk Baca Artikel
Jateng

Ramai Investor di Tengah Badai PHK Industri Tekstil, Apa yang Terjadi di Jawa Tengah?

×

Ramai Investor di Tengah Badai PHK Industri Tekstil, Apa yang Terjadi di Jawa Tengah?

Sebarkan artikel ini
pekerja diPHK
Ilustrasi pekerja kena PHK. (Freepik)

SEMARANG, beritajateng.tv – Di tengah gempuran investasi yang masuk, terjadi badai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda beberapa sektor industri di Jawa Tengah (Jateng).

Menurut data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jateng, investasi di Jawa Tengah mencapai Rp 15,167 triliun dengan estimasi mampu membuka lapangan kerja untuk 78.204 orang.

Di sisi lain, sejak Januari 2024 hingga saat ini, tercatat ada 7.437 tenaga kerja dari berbagai sektor yang kena PHK menurut data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jateng.

BACA JUGA: Lowongan Kerja Syaratkan Batas Umur, Bagaimana Nasib Pegawai PHK Usia Lanjut?

Lalu, bagaimana badai PHK bisa terjadi di tengah ramainya investasi yang masuk ke Jateng?

Pengamat ekonomi Universitas Diponegoro, Wahyu Widodo menilai hal ini merupakan masalah yang kompleks.

Sektor industri terdampak PHK di Jateng

Menurut Wahyu, sektor industri terdampak PHK di Jateng tak lain ialah tekstil dan produk tekstil (TPT) dan industri kulit. Yang mana, kata Wahyu, kedua industri itu bak penopang ekonomi di Jawa Tengah.

“Sejak krisis global, dalam arti setelah COVID-19, kemudian perang Rusia-Ukraina, disusul masalah geo-politik lainnya, (membuat) demand internasional itu sangat turun. Itu yang kemudian jadi tantangan tersendiri bagi industri dan produk tekstil di Indonesia,” ujar Wahyu saat beritajateng.tv hubungi pada Sabtu, 6 Juli 2024.

Selain faktor tersebut, Indonesia yang menganut sistem perdagangan terbuka juga berimbas pada lesunya industri TPT di Jawa Tengah.

“Itu sebagai konsekuensi kita terbuka dalam sistem perdagangan. Sehingga ada aproduk impor yang masuk. Sebenarnya Indonesia juga bisa ekspor dan bekompetisi dengan negara lain. Namun ini jadi satu faktor penyebab adanya tekanan yang cukup berat di industri TPT,” akunya.

Rendahnya UMP dan ramainya investor tak langsung membuat Jateng mampu bersaing

Dalam hematnya, upah minimum provinsi (UMP) Jateng yang tergolong rendah, menjadi salah satu faktor mengapa Jawa Tengah menjadi primadona investor di dalam negeri.

Hal ini, kata Wahyu, terbukti dengan banyaknya perusahaan yang mulai bergeser ke Jateng. Kendati begitu, persaingan industri di Jawa Tengah dengan perusahaan lainnya di luar tak terhindari.

“Tentu dalam hal persaingan, tidak bisa terhindari. Kalau kita mengikuti apa yang Apindo Jateng sampaikan, (bahwa) beberapa industri daya saingnya tidak kompetitif karena permasalahan internal seperti teknologi yang ketinggalan zaman,” akunya.

Tinggalkan Balasan