Gaya Hidup

Ratusan Siswa SMP di Semarang Butuh Dukungan Mental, Pengaruh Medsos Jadi Sorotan

×

Ratusan Siswa SMP di Semarang Butuh Dukungan Mental, Pengaruh Medsos Jadi Sorotan

Sebarkan artikel ini
video porno AI
Laurencia Rizki Marhendrawati, Psikologi Klinis RSJD Dr Amino Gondohutomo Semarang. (Yuni Esa Anugrah/beritajateng.tv)

SEMARANG, beritajateng.tv – Belum lama ini, Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang Bambang Pramusinto membeberkan hasil survei awal terhadap 6.000 siswa SMP kelas VIII, ditemukan sekitar 700 siswa yang memerlukan pendampingan psikologis lebih lanjut.

“Artinya, ada sekitar 12 persen pelajar yang perlu perhatian khusus. Ini angka yang cukup signifikan,” ujar Bambang di RSD KRMT Wongsonegoro.

Ia menjelaskan, sebagian besar masalah kesehatan mental remaja di Semarang bersumber dari penggunaan media sosial dan perundungan digital.

“Anak-anak masih dalam tahap belajar menggunakan gadget. Banyak yang tertekan karena interaksi di grup atau media sosial. Ini yang ingin kami tangani melalui terapi dan pendampingan,” jelasnya.

Menanggapi temuan tersebut, Psikolog RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang, Laurencia Rizki Marhendrawati, menegaskan bahwa pendampingan psikologis tersebut tidak bisa langsung dikategorikan sebagai gangguan jiwa atau gangguan mental berat.

BACA JUGA: Psikolog Ungkap Akar Perilaku Chiko Tukang Bikin Konten Porno AI: Bisa Jadi Dulu Ia Korban

Menurut Kiki, sapaan akrabnya, hasil survei terhadap siswa SMP perlu dilihat secara proporsional. Masa remaja adalah fase di mana terjadi perubahan hormon dan perkembangan otak yang pesat, sehingga wajar bila mereka mengalami ketidakstabilan emosi.

“Anak remaja itu sedang dalam masa balik, masa perubahan. Otomatis kondisinya enggak stabil. Jadi kalau hasil kuesioner menunjukkan banyak yang terganggu, bukan berarti mereka gangguan jiwa,” ujarnya saat beritajateng.tv temui di RSJD Amino, Jumat, 17 Oktober 2025.

Ia menambahkan, emosi remaja yang fluktuatif kerap membuat hasil asesmen psikologis tampak ekstrem. Namun, menurutnya, hal itu lebih menggambarkan kebutuhan mereka akan ruang aman untuk bercerita, bukan indikasi adanya penyakit mental.

“Kalau mau ke psikolog itu enggak harus karena kamu gangguan jiwa. Cuma pengin cerita juga enggak apa-apa. Kadang mereka enggak punya tempat buat curhat, jadi emosinya tertahan,” jelasnya.

Pengaruh Lingkungan dan Media Sosial

Selain faktor biologis, Kiki juga sependapat dengan penjelasan Bambang Pramusinto yang menyebut adanya pengaruh media sosial pada perilaku remaja. Dalam keseharian, mereka banyak berinteraksi dengan teman sebaya yang sama-sama belum stabil secara emosional.

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan