SEMARANG, beritajateng.tv – Sepanjang tahun 2024, capaian realisasi investasi Jawa Tengah (Jateng) mencapai Rp88,44 triliun. Sebelumnya, total realisasi investasi Jawa Tengah tahun 2023 sebesar Rp77,02 triliun.
Berdasarkan rilis Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jawa Tengah, capaian itu terdiri dari Penanaman Modal Asing (PMA) senilai Rp35,37 triliun, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Rp33,30 triliun, dan capaian UMK sebesar Rp19,77 triliun.
Angka itu melampaui target 2024 senilai Rp80,1 triliun.
Kepala DPMPTSP Provinsi Jateng, Sakina Rosellasari, membandingkan realisasi investasi Jateng dengan provinsi tetangganya. Sakina tak menampik Jawa Tengah memiliki nilai realisasi investasi terkecil dari Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Banten.
Sebagai informasi, realisasi investasi di Jawa Barat menduduki peringkat tertinggi dengan nilai mencapai Rp251 triliun. Disusul oleh DKI Jakarta Rp241,9 triliun, Jawa Timur Rp147,3 triliun, Banten Rp105,6 triliun dan Jawa Tengah Rp68,67 triliun.
Kepala DPMPTSP Jawa Tengah, Sakina Rosellasari, mengungkap alasan mengapa capaian realisasi di provinsi tersebut melambung jauh melampaui Jateng. Alasannya, kata Sakina, tak terlepas dari jumlah kawasan industri yang ada di provinsi tersebut. Hal itu ia ungkap saat beritajateng.tv jumpai di kantornya, Selasa, 11 Februari 2025 pagi.
“Karena empat provinsi itu punya kawasan industri yang sangat banyak. Banten lebih dari 15, Jawa Barat lebih dari 100 kawasan industri, Jatim juga punya 15 kawasan industri, sementara Jateng baru 8 kawasan industri. Jabar juga sektor manufacturing-nya sudah settle sehingga susah untuk relokasi,” ungkap Sakina.
BACA JUGA: Singapura jadi Investor Tertinggi di Jateng, DPMPTSP: Target Investasi Telah Capai 82 Persen
Selain itu, kata dia, Jawa Timur saat ini tengah menggarap proyek smelter senilai lebih dari Rp29 triliun. Maka tak heran, Sakina menyebut perbedaan karakteristik investor di Jawa Tengah dan empat provinsi lainnya di Pulau Jawa.
“Sementara Jawa Tengah memang sektor yang murni swasta, kemudian murni PMA PMDN yang memang investor itu datang sudah memiliki prospek atau tujuan akan melakukan investasi sektor terentu,” jelas Sakina.