SEMARANG, beritajateng.tv – Refleksi Hari Tani Nasional 2025, Ketua Bidang Pertanian, Peternakan, dan Nelayan Dewan Pengurus Wilayah Partai Keadilan Sejahtera (DPW PKS) Jateng, Tugiman Semita, menyoroti lemahnya perhatian pemerintah terhadap sektor pertanian.
Dalam hematnya, hilirisasi yang belum optimal serta minimnya dukungan teknologi dan permodalan membuat petani di Indonesia, khususnya Jawa Tengah, sulit berkembang. Hal itu Tugiman sampaikan dalam rangka refleksi Hari Tani Nasional 2025 yang jatuh pada 24 September 2025 lalu.
“Sementara ini, hilirisasi bidang pertanian di Indonesia, khususnya di Jawa Tengah, belum berjalan maksimal ya,” ujar Tugiman via WhatsApp, Jumat, 26 September 2025.
BACA JUGA: Lahan Kering 20 Hektare di Blora jadi Embung Watu Macan, Mampu Airi Pertanian di Dua Provinsi
Tugiman yang saat ini menjadi Anggota Komisi A DPRD Jawa Tengah itu menekankan pentingnya hilirisasi untuk memberikan nilai tambah bagi petani.
Oleh sebab itu, Tugiman mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah segera turun tangan agar teknologi pertanian dan akses modal bisa petani manfaatkan secara luas.
“Hilirisasi pertanian di Jawa Tengah kurang maksimal karena perhatian pemerintah belum optimal, terutama dalam memberikan akses teknologi dan permodalan. Akibatnya, petani belum bisa menikmati nilai tambah dari penanganan pascapanen,” tegasnya.
Generasi muda enggan jadi petani, PKS Jateng dorong pemerintah sediakan teknologi dan fasilitas pertanian memadai
Tak hanya itu, Tugiman juga mengkhawatirkan jumlah petani muda yang berkurang. Ia menilai, tanpa dukungan serius dari pemerintah, regenerasi petani akan terancam dan keberlanjutan pertanian sulit terjaga.
“Kita mendorong pemerintah lebih intensif dalam pembelajaran dan inovasi. Generasi muda tani harus diberikan teknologi, fasilitas, dan perlengkapan yang memadai, sehingga mereka tertarik untuk menekuni sektor pertanian. Investasi di dunia pertanian sejatinya akan sangat membantu pembangunan bangsa,” pungkas Tugiman.
Hal senada disampaikan Koordinator Wilayah Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Jawa Tengah, Purwanto. Menurutnya, anak-anak muda enggan menjadi petani karena kondisi pertanian saat ini tidak mendukung.