SEMARANG, beritajateng.tv – Rektor Universitas PGRI Semarang (UPGRIS), Dr Sri Suciati mengapresiasi upaya Walikota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu dalam mengentaskan kasus stunting.
Kepemimpinan Walikota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu selama menjabat mampu menyelesaikan permasalahan di masyarakat. Terutama dalam program yang masuk empat isu prioritas nasional.
Hal itu kata Rektor Universitas PGRI Semarang (UPGRIS), Dr Sri Suciati menanggapi kasus stunting di Semarang pada Kamis 28 Desember 2023.
Menurutnya, Walikota Semarang perempuan pertama Kota Semarang tersebut telah menunjukkan kehadiran negara di tengah-tengah persoalan masyarakat.
Suci menyebut, dalam upaya penurunan stunting di Kota Semarang, Mbak Ita sapan akrabnya selalu memimpin langsung ke lapangan. Program anti-stunting yang sedang berlangsung perlahan berdampak positif.
“Jujur saya sampaikan bahwa Bu Ita. Walikota Semarang ini sangat getol mengkampanyekan Gerakan anti-Stunting melalui berbagai macam program,” kata Suci.
Ia juga tertarik dengan nama-nama program yang dikemas menarik melalui akronim. Misalnya, Gerimis Lur (Gerakan Minum Susu dan Telur) bagi ibu hamil dan balita, Dahsyat (Dapur Sehat Atasi Stunting). Rumah Pelita (Rumah Penanganan Stunting Lintas Sektor Bagi Anak Bawah Dua Tahun), semacam rumah penitipan atau daycare.
Dalam catatannya, program anti-stunting Mbak Ita selalu mengedepankan ketahanan pangan, lingkungan sosial. Dengan mengkaitkan praktik pemberian makanan bayi dan anak, pelayanan kesehatan, serta ketersediaan sarana air bersih.
“Bu Ita berhasil menanamkan kesadaran bagi setiap orang akan pentingnya kecukupan gizi bagi calon ibu, ibu hamil dan balita. Sehingga angka stunting terus menurun. Sebuah kesadaran tentang kualitas sumber daya manusia di masa datang,” katanya.
Suci juga memberi perhatian terkait angka kemiskinan di Kota Semarang yang menunjukkan penurunan pada 2023. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan stunting Kota Semarang menjadi 4,23 persen dari angka 4,25 persen.
Menurutnya, penurunan kemiskinan di Kota Semarang masih bisa berlangsung dengan tidak mengandalkan hasil survei. Tetapi data by name by address, dan mendatangi satu persatu rumah untuk mengetahui akar penyebabnya.