SEMARANG, beritajateng.tv – Pertumbuhan ekonomi selepas masa pandemi yang masih lesu menjadikan lapangan pekerjaan menjadi persoalan besar. Tak terkecuali untuk kaum difabel.
Noviana Dibyantari, pengelola sekaligus pendiri Roemah Difabel atau Komunitas Sahabat Difabel mengakui, kaum difabel masih belum mendapatkan kesempatan yang sama dan masih mengalami diskriminasi dalam hal peluang pekerjaan.
Berangkat dari situ, ia mendirikan Roemah Difabel di Semarang pada tahun 2014 silam. Tidak hanya memperjuangkan hak satu ragam difabel, Novi memutuskan merangkul semua difabel yang ada yaitu 14 ragam difabel.
“Awalnya kami cari info anak difabel, itu kami datangi, jemputi satu per satu untuk ikut pelatihan dan kegiatan. Awalnya 2 orang, ada yang Banyumanik dan Kaligawe,” kenang Novi saat beritajateng.tv temui, beberapa waktu yang lalu.
Perjuangan menyetarakan hak-hak kaum difabel untuk mendapatkan pekerjaan ternyata tak mudah. Novi menyebut, tantangan terberatnya adalah ketika ia menyadari bahwa anak difabel masih tidak memiliki kemampuan dasar meski sudah lulus SMA LB.
BACA JUGA: Noviana Dibyantari, Komitmen Perjuangkan Hak Difabel di Semarang
Padahal, tujuan awal Novi mendirikan Roemah Difabel adalah untuk mengajari keterampilan pada anak-anak difabel sehingga bisa disalurkan ke tempat kerja.
“Anak-anak meski udah lulus SMA LB ternyata mereka nggak bisa baca, nggak bisa tulis. Akhirnya kita jadikan satu dan latih baca tulis, waktu itu sampai harus ganti guru 3 kali soalnya metodenya beda,” lanjutnya.