“Biasanya reporter perempuan itu enggak bertahan lama karena kondisi di lapangan yang keras, budaya ruang redaksi yang maskulin juga sering menyulitkan reporter-reporter baru. Apalagi untuk naik ke editor, susah karena di reporter saja sudah enggak banyak yang bertahan,” lanjutnya.
Pentingnya ruang redaksi sensitif gender agar jauh dari kekerasan seksual
Meski jurnalis merupakan salah satu pekerjaan yang dekat dengan ‘kerja lapangan’, namun Dyah berharap banyak media yang mau memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk meniti kariernya.
Salah satu caranya adalah dengan tidak membedakan gender untuk mengisi jabatan penting dalam ruang redaksi.
Dyah menyebut, terdapat beberapa media yang sudah mulai sensitif gender dan bertumpu fokus pada kesetaraan gender. Misalnya seperti Konde.co, Magdalene, dan Project Multatuli.
Selain itu, Dewan Pers juga tengah menyusun SOP atas penanganan kekerasan seksual yang diharapkan dapat menjangkau ruang redaksi.
“Harapannya dengan SOP penanganan kekerasan seksual ini, kesadaran tentang gender itu juga akan muncul dan dampaknya juga akan dirasakan oleh bagaimana kantor media memperlakukan pekerja-pekerja yang perempuan, memberikan ruang atau kultur bekerja yang lebih ramah pada perempuan,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi