“Dia [pengusaha tekstil di Jawa Tengah] juga gak mau produksi, karena melihat bahwa dia sudah tersaingi oleh produk-produk dari Cina yang sangat jauh lebih murah tapi kualitasnya terjaga,” tandas Ratna.
BACA JUGA: Bukan 14 Ribu, Hanya 8 Ribuan Pekerja Jawa Tengah Kena PHK, Sisanya ke Mana?
Sebelumnya, Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah, Aulia Hakim, turut menanggapi PHK yang paling banyak terjadi di industri tekstil dan garmen di Jawa Tengah.
Berdasarkan analisa litbang KSPI, tutur Aulia, badai PHK tak terlepas dari munculnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 tentang Pelepasan Peti Kemas Barang Impor.
“Itu kan Permendag sebelumnya menahan itu, karena posisi produksi di dalam negeri overload. Namun di lapangan dilepas dengan Permendag itu,” terang dia.
Alhasil, barang tekstil dan garmen dari Tiongkok dan Korea Selatan membanjiri pasar dalam negeri.
Terlebih, kata dia, Tiongkok mampu menjual barang murah dengan kualitas yang layak jual. Selain itu, ada penurunan daya beli pada kelas menengah menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).
“Produk Tiongkok cenderung lebih murah dan berkualitas. Persaingan itu terjadi di pasar. Perlu diingat penurunan daya beli di kelas menengah atas menurut BPS sampai 30 persen,” bebernya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi