Meski tidak menjalankan ibadah puasa, keduanya mengaku mencoba mengimplementasikan simap toleransi dari momen bulan puasa ini. Yakni, tidak makan dan minum secara terang-terangan selama siang hari.
Layaknya umat nonmuslim lainnya, Vincentius dan Tata tentu juga war takjil. Gorengan dan es buah adalah menu favorit mereka. Padahal, dua menu itu bisa orang temukan dengan mudah di hari biasa.
“Rasanya lebih istimewa, ada sensasi ngantrinya, hectic-nya, terus kaya liat orang-orang lagi lemes, itu ada kesan tersendiri, seneng bisa ikutan meriahnya Ramadan,” kata Tata.
Ramadan bawa kebahagiaan untuk semua umat
Lebih lanjut, Peace Project merupakan salah satu program unggulan dari GPYI Semarang. Rangkaian terdiri dari tur, diskusi, melihat pembuatan bubur India, hingga refleksi.
Koordinator GPYI Semarang, Khalil Amirun, menyatakan, sudah seharusnya Ramadan dapat dinikmati oleh semua pihak. Begitu pula dengan kultur-kultur Islami yang bisa dipelajari oleh umat agama lain.
BACA JUGA: Kisah Mahasiswa Ghana Jalani Ramadhan di Semarang: Tidak Home Sick, Bakal Lebaran Virtual
GPYI Semarang sendiri rutin mengadakan kunjungan dan diskusi lintas agama. Selain masjid, mereka juga sering mendatangi gereja, klenteng, hingga vihara.
“Ramadan bukan cuma punya umat muslim, semua berhak menikmati Ramadan ini semua berhak berbahagia,” katanya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi