“Ruang kesehatan atau UKS campur dengan ruang BK/BP. Itu pun ruangan sangat tidak layak dan memprihatinkan, karena atap hampir ambrol sehingga disangga beberapa kayu dan bambu,” tutur Zainal.
Selain itu, SMKN yang memiliki tiga jurusan itu, yakni teknik kendaraan ringan (TKR), multimedia (MM), dan geologi pertambangan (GP) juga kekurangan ruang kelas. Terdapat 18 rombongan belajar (rombel), namun sekolah itu hanya memiliki 10 ruang kelas. Bengkel dan laboratorium untuk praktik pun harus terkorbankan menjadi ruang kelas tambahan.
“Untuk memenuhi kelas, maka dua bengkel TKR dipakai untuk ruang kelas, dua lab multimedia dipakai untuk ruang kelas, dua lab komputer dipakai untuk ruang kelas, satu lab fisika geologi pertambangan dipakai untuk ruang kelas, dan satu ruang yang biasanya jadi mushola di SMPN 2 Sale, yang kebetulan satu area, itu dijadikan ruang kelas juga. Tapi kalau pas ada PKL, mushola itu tidak dipakai untuk proses belajar mengajar,” paparnya.
Tentunya, kondisi SMKN 1 Sale ini jauh dari kata layak, bahkan tidak memenuhi standar satuan pendidikan yang mengacu pada PP 57 Tahun 2021. Bukan hal aneh jika ada infak, yang bahkan telah menjadi kesepakatan bersama, untuk menyediakan sarana prasarana wajib di sekolah.
“Untuk ruang kesehatan atau UKS harus tersendiri dari ruang lain. Lha, kok malah dicampur dengan ruang BK, bahkan atas-atas sudah sebagian plafon ambrol. Ngisin-ngisini bangetlah,” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi