“Kalau memang sekolahnya bisa mengolah sampah sendiri [bisa] dengan hanya botol bekas mineral, gunakan sesimpel dan segampang mungkin. Tapi kalau memang daerahnya sempit nanti kami ambil dan kami bawa ke bank sampah induk,” ungkap Nugroho.
Budi daya maggot kurangi produksi sampah
Lebih jelas, Nugroho menyebut proses budi daya maggot sebenarnya bisa dengan cara sederhana. Pertama, sekolah hanya perlu menyediakan galon bekas sebagai media budi daya. Setelah itu, sekolah bisa menyediakan telur lalat sebagai bibit maggot.
Dengan kedua bahan itu, sekolah sudah mulai bisa mengolah limbah sisa makanan atau sayuran. Selain sisa MBG, sisa makanan dan sayuran dari kantin sekolah pun bisa untuk pakan magot.
“Melalui upaya ini maka sekolah turut mengurangi produksi sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS),” kata Nugroho.
Tidak hanya dapat mengurangi sampah, lanjut Nugroho, kotoran maggot juga bisa dimanfaatkan kembali. Nantinya, limbah itu bisa dijadikan pupuk untuk memenuhi nutrisi berbagai tanaman.
“Dari sampah yang tidak berguna menjadi sumber protein baru atau sumber ketahanan pangan baru. Dari kotoran maggot kita olah menjadi pupuk, campur dengan banyak mineral dan lain-lain, itu bisa jadi pupuk hayati,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi