Sementara yang kedua adalah micro sleep lantaran pengemudi mengalami kelelahan saat mengemudi.
“Angkutan wisata tidak teratur trayeknya dan tidak teratur waktu operasinya. Mereka bisa beroperasi di mana saja dan kapan saja tanpa ada batasan waktu operasi,” sambung Akademisi Teknik Sipil Soegijapranata Catholic University (SCU) itu.
Selain itu, Djoko menyoroti kondisi jalanan menuju destinasi wisata yang hampir semuanya tidak sesuai regulasi. Misalnya lebar tikungan dan lebar lajur yang tidak ramah bagi kendaraan besar dengan panjang 12 meter dan lebar 2,5 meter.
BACA JUGA: Bukan Kecelakaan Bus SMK Lingga Depok, Ini Alasan Komisi E DPRD Jateng Setuju Larangan Study Tour
Faktor tersebut, kata Djoko, yang seringkali menyebabkan mencelakakan bus pariwisata.
Terlebih, panitia akan menuntut pengemudi untuk mengantar ke tujuan wisata sebanyak-banyaknya.
“Study tour itu tidak apa-apa, bagus untuk pendidikan dan perputaran ekonomi, namun harus memerhatikan keselamatan kendaraannya,” tandasnya. (*)
Editor: Farah Nazila