SEMARANG, beritajateng.tv – Rencana Menteri Keuangan (Menkeu) untuk melarang impor pakaian bekas atau thrifting ilegal mendapat dukungan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Semarang.
Kebijakan ini penting untuk melindungi industri tekstil dalam negeri serta menjaga kesehatan dan keseimbangan pasar.
Ketua Apindo Kota Semarang, Dedy Mulyadi, mengatakan maraknya impor pakaian bekas selama ini menjadi ancaman serius bagi pelaku usaha di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT).
Selain merugikan negara karena tidak terkena pajak, tren thrifting juga merusak pasar dan menekan daya saing pelaku usaha lokal.
BACA JUGA: Soal Wacana BPJS Kesehatan Bakal Naik Tahun 2026, Menkeu Purbaya: Masih Pembahasan
“Kalau larangan barang-barang bekas itu, menurut saya bagus. Banyak pedagang besar yang mengambil keuntungan dari impor ilegal tanpa bayar pajak. Padahal seharusnya kalau produk tekstil masuk jalur merah, pajaknya besar,” jelas Dedy, Senin, 27 Oktober 2025.
Ia menilai, selain aspek ekonomi, impor pakaian bekas juga membawa risiko kesehatan dan lingkungan karena banyak produk yang tidak melalui proses sterilisasi.
“Dari sisi kesehatan juga kurang baik. Tren thrifting ini merusak pasar, terutama UMKM. Saat thrifting marak, produk UMKM tidak laku karena harga barang bekas jauh lebih murah,” ujarnya.
Menurut Dedy, fenomena thrifting sebenarnya sudah lama terjadi, namun menjadi semakin masif setelah pandemi Covid-19. Barang-barang bekas, mulai dari pakaian hingga sepatu, terus masuk dalam jumlah besar dan menimbulkan persaingan tidak sehat.
“Dulu masih aman-aman saja, tapi sekarang makin lama makin banyak barang bekas masuk. Ini sudah mengganggu pelaku usaha lokal,” tegasnya.










