Apalagi, di setiap armada bus sudah tertempel embel-embel fasilitas AC, musik, Wi-Fi, dan lain sebagainya. “Sehingga penumpang pasti akan ‘menagih’ fasilitas tersebut,” katanya.
Di lain sisi, masih ungkap Danang, saat ini persaingan antar PO pariwisata pun semakin ketat; seperti saling banting harga hingga adu fasilitas armada.
Akan tetapi, hal itu juga tak banyak berdampak pada kesejahteraan sopir dan kru PO Pariwisata.
BACA JUGA: Di Tengah Polemik Royalti, Cafe di Semarang Ini Masih Putar Lagu
“Maka kalau masih terkena royalti, akan memberatkan pengusaha. Kalau beban operasional para pengusaha PO pariwisata semakin berat, sopir dan kru bus pun pada akhirnya juga akan ikut terdampak,” tegas Danang.
Sebelumnya, aturan royalti musik yang bakal menyasar PO Pariwisata juga tersampaikan oleh Handika Gusni Rahmulya, pengelola PO pariwisata di Bandungan, Kabupaten Semarang.
Persoalan ini pun sudah menjadi pembahasan yang hangat di kalangan para pengusaha, khususnya di internal grup pengusaha PO pariwisata.
“Versi Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), bus pariwisata masuk kategori komersialisasi dari penjualan tiket,” ungkap Handika. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi