Perihal cita rasa makanan, mulanya Imelda mengaku kesulitan beradaptasi dengan makanan di Kota Semarang. Bagi Imelda, makanan di Kota Semarang yang cenderung pedas merupakan kesulitan utamanya saat beradaptasi sebagai mahasiswa internasional.
“Karena makanan di negara kita itu manis, makanan pedas di negara kita itu biasanya ada di lingkungan Muslim. Hampir semua dari lingkunganku tidak suka makanan pedas,” terang Imelda.
Tinggal di negara mayoritas Muslim ajarkan Imelda hal ini
Tinggal di wilayah dengan mayoritas Muslim mengajarkan banyak hal kepada Imelda. Perempuan berusia 23 tahun itu pun mengaku umat Muslim di sekitarnya sangat taat beribadah.
Imelda menuturkan, banyaknya masjid di Kota Semarang dan azan yang berkumandang menjadi suasana baru yang berbeda dari Tanzania.
“Di sini mengajarkan aku soal kepercayaan. Mereka beribadah sesuai waktunya, bahkan saat bekerja dan di kampus pun mereka tak lupa shalat. Mereka begitu menghormati ajaran agamanya, itu bagus sekali menurutku,” ungkap Imelda.
Lebih lanjut, ia pun tak merasakan homesick meski harus menahun di negeri orang. Alasannya, orang-orang di sekitarnya menyambut Imelda dengan ramah. Tak jarang, banyak penduduk sekitar yang mengajaknya foto bersama.
“Tidak terlalu rindu rumah karena orang di sini sangat baik, aku merasa langsung dekat dalam waktu yang singkat,” jelasnya.
Menariknya, Imelda mengaku bahwa cuaca di Kota Semarang lebih panas daripada Tanzania yang berlokasi di benua Afrika.
“Di sini panas juga, malah lebih panas dari Tanzania karena di sana dingin,” tambah Imelda. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi