“Kalau debitur [PT Sritex] menghendaki going concern yang juga salah satu perwakilan karyawan bernama Mas Slamet dukung, itu tidak mewakili kami. Kedengarannya pasti aneh, karyawan kok pengin PHK?” ucap Nanang.
Pihaknya mengungkap, semenjak PT Sritex mengakuisisi manajemen PT Bitratex, kesejahteraan karyawan banyak terpangkas.
“Sebelum Sritex akuisisi, karyawan Bitratex itu selain gajinya di atas UMK, ada penghargaan masa kerja. Ada [juga] uang makan, transport, insentif hadir, uang prestasi, insentif jabatan. Di luar gaji, kami dapat fasilitas lain. Susu dua kaleng setiap bulan, extra fooding, bubur kacang hijau, teh manis, air putih, minum, itu gratis. Bahkan kami dapat bingkisan hari raya, seragam kerja, alat kesehatan, dan sebagainya,” jelas Nanang.
BACA JUGA: Dugaan PT Sritex Lakukan Aktivitas Ilegal, Tim Kurator: Masih Ada Kegiatan Produksi
Nanang pun mengungkap sebelum tergabung di bawah PT Sritex, pegawai PT Bitratex mendapat THR sebanyak dua kali gaji pokok.
“Setelah Sritek pegang pada 2019, THR tinggal diberikan 1 bulan gaji dan itu diangsur selama 5 bulan setiap tahunnya. Kesejahteraan Bitratex hanya tinggal gaji pokok saja. Itu salah satu pertimbangan kenapa karyawan PT Bitratex memilih PHK, karena kami meyakini, kesejahteraan kami dipreteli dan dihilangkan,” tegas Nanang.
Menurut data BPJS Ketenagakerjaan, jika seluruh karyawan PT Bitratex mendapat PHK, akan ada 1.166 orang yang kehilangan pekerjaannya.
Sementara itu, jumlah karyawan PT Sritex di Sukoharjo sebanyak 8.993 karyawan, PT Primayudha di Boyolali sebanyak 1.072 karyawan, dan PT Sinar Pantja Djaya di Semarang sebanyak 40 karyawan.
Sehingga, jika permintaan Nanang terkabul, maka akan ada 11.271 karyawan yang ter-PHK. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi