“Siapapun yang kena lumpur, harus ikut nawu (nguras). Kalau tidak nawu ada mitos bahwa kehidupan yang tidak bagus,” sambungnya.
Sementara itu, Camat Banyumanik Eka Reswati mengatakan, ada yang berbeda dari tradisi Nyadran tahun ini. Sebelum menguras sendang, warga melakukan kirab budaya terlebih dahulu dengan membawa makanan dan minuman yang dibawa dari rumah.
Selain menguras sendang, para ibu-ibu juga tampak sibuk membakar 150 ekor ayam di dekat sendang. Nantinya, ayam itu yang kemudian menjadi santapan bersama-sama.
“Tradisi nguras sendang menjadi filosofinya kita membersihkan diri dari dosa-dosa menjelang bulan puasa,” ucapnya.
Dirinya mengatakan, Nyadran di Sendang Gede merupakan salah satu kearifan lokal yang masih terus berlangsung tiap tahunnya.
BACA JUGA: Juseria, Cara SDN Pedurungan Tengah 02 Kenalkan Siswa Makanan Tradisional yang Sehat
Oleh karenanya, ia berharap jika kearifan lokal yang ada di Pudak Payung ini bisa di wariskan segara turun temurun.
Selain itu, juga tetap lestari karena tradisi Sadranan Ini merupakan salah satu potensi budaya yang ada di Kelurahan Pudak Payung.
“Kami di sini ikut melestarikan kebudayaan dengan cara kita. Pemerintah punya peran penting dalam mendukung budaya Nyadran ini,” tandasnya. (*)
Editor: Farah Nazila