Setelah sawuran, suasana menjadi ceria. Para pemuda dan warga tidak merasa dendam, melainkan bersorak gembira sambil menikmati kebersamaan.
Pengunjung yang menyaksikan tradisi ini juga tampak terhibur, tanpa rasa khawatir terkena lemparan nasi.
“Konon, jika tradisi ini tidak berlangsung, hasil bumi dari sawah tidak akan melimpah,” ujar Sutikno, Kepala Desa Gedangdowo.
Selain dua tumpeng untuk sawuran, terdapat juga puluhan tumpeng yang dibagikan kepada pengunjung. Acara ini semakin meriah dengan sajian kesenian khas Jawa, yaitu wayang kulit, yang turut menghibur para tamu.
“Terhibur, dan ini untuk melestarikan tradisi juga, bagus pokoknya,”ungkap Dyah.
BACA JUGA: Kemeriahan Kirab Budaya Apitan Warga Jomblang, Tradisi yang Sempat Vakum 30 Tahun Silam
Tradisi Sawuran Nasi ini tidak hanya menjadi ajang syukur atas hasil bumi, tetapi juga mempererat silaturahmi antarwarga.
Dengan semangat gotong royong, masyarakat Desa Gedangdowo terus melestarikan warisan budaya yang kaya ini. (*)
Editor: Farah Nazila