“Anak saya kelas 5 SD memang suka dengan clay dan mau belajar 3D modeling. Jadi begitu tempat les ini buka di Semarang, saya langsung daftarkan di batch pertama,” ujarnya.
Menurut Dito, belajar coding bukan sekadar tentang Roblox atau aplikasi tertentu, melainkan cara berpikir yang lebih luas.
BACA JUGA: Soroti Rencana Gibran soal Penerapan Coding di TK-SD, Anggota DPD RI: Harus Sesuai Tingkatan
“Yang kami ambil itu cara berpikirnya anak. Jadi ini batu loncatan saja. Portofolio lebih penting dibanding hanya nilai akademik,” tegasnya.
Meski peluang besar terbuka, Dito menekankan pentingnya pendampingan orang tua. Ia menyadari ada kekhawatiran anak terpapar konten negatif atau terlalu lama bermain gadget.
“Awalnya dari kami batasi pakai gadget. Lama-lama terlihat anak punya imajinasi 3D, dari clay, Lego, hingga Gundam. Dari situ saya arahkan tapi tetap harus ada aturan, seperti screen time hanya di akhir pekan,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi