Sementara itu, transaksi digital seperti QRIS alias Quick Response Code Indonesian Standard Didik Sebut mengalami lonjakan hingga 148 persen pada kuartal kedua tahun ini. Menurutnya, melonjaknya penggunaan QRIS menjadi salah satu indikator pergeseran ke belanja daring.
Di sisi lain, gencarnya pembangunan mal dan pusat perbelanjaan di Jawa Tengah meskipun fenomena Rojali dan Rohana menerpa menjadi bukti daya beli masyarakat tak sepenuhnya turun.
BACA JUGA: Cerita Fajar Purwoto Koleksi 375 Benda Pusaka, Sebut Tak Pernah Beli Keris Tapi Datang Sendiri
“Kalau mal tetap buka dan tenant tetap ada, artinya pelaku usaha masih percaya pasar di Semarang dan Jateng ini potensial. Mungkin sekarang orang datang ke mal hanya untuk melihat-lihat, tapi belinya online,” terang dia.
Terlebih, tutur Didik, tenant yang ada di mal saat ini menerapkan strategi ganda, yaitu menjual secara langsung sekaligus memanfaatkan platform live streaming untuk menjangkau pembeli daring.
“Sekarang SPG di toko-toko juga ada yang live streaming. Itu strategi mereka untuk menggait pasar digital, terutama generasi muda,” ucap Didik.
Tren konsumsi juga mengalami pergeseran, dari belanja barang ke belanja jasa, seperti makanan dan hiburan. Baginya, pertumbuhan sektor kuliner di pusat perbelanjaan merupakan bentuk lain dari ekonomi pariwisata dan menjadi daya tarik baru bagi masyarakat.
“Banyak yang datang ke mal bukan lagi untuk beli baju tapi untuk wisata kuliner. Ini juga bentuk konsumsi hanya saja beda bentuk,” pungkas Didik. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi