“Saya risau dengan hukum di tanah air. Saya berpendapat, proses hukum banyak bercampur dengan strategi pemilu 2024. Karena itu saya putuskan membawa isu hukum ke ruang publik. Agar tidak diputuskan dalam ruang gelap yang transaksional dan koruptif,” ungkap Denny Indrayana.
Namun, Denny mengatakan bahwa niat baik untuk mengawal MK dalam hal sistem pemilu legislatif, baik itu proporsional tertutup atau terbuka, telah berubah menjadi wacana politik yang dapat mengakibatkan penundaan pemilu.
“Siasat penundaan juga masuk melalui dirusaknya kedaulatan partai. Sesuatu yang kita tolak keras. Cukuplah sejarah buram Orde Baru yang mengganggu PDI melalui tangan Soerjadi,” imbuhnya.
Lanjutan Surat Denny kepada Megawati
Saat ini, menurut Denny, KSP Moeldoko tiba-tiba mengklaim sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Namun, beliau bukan anggota Demokrat. Ini bukan konflik internal, melainkan pihak eksternal, yaitu KSP Presiden Jokowi yang ingin mengambil alih partai orang lain. Jika ini dibiarkan, maka semua partai akan rentan direbut oleh pihak-pihak yang berkuasa.
Denny menyebut, jika modus Moeldoko merebut Demokrat disahkan oleh PK di Mahkamah Agung, maka imbasnya bisa menunda pemilu. Karena menurut dugaannya, Demokrat tidak akan diam, demikian juga pendukung bacapres yang dirugikan.
“Saya lihat, Ibu paling tegas menolak presiden tiga periode, lugas menolak penundaan pemilu. Ibu Megawati, gerakan penundaan pemilu dan perpanjangan jabatan Presiden Jokowi masih terus serius sekelompok pihak kerjakan. Ini berbahaya dan bisa menjerumuskan bukan hanya Pak Jokowi, tapi kita semua sebagai bangsa,” tulisnya.
“Silakan Ibu cek informasi ini, dan mohon hentikan siasat penundaan pemilu, yang nyata-nyata melanggar
konsitusi,” tandasnya dalam surat terbuka Denny Indrayana. (*)