Sementara itu, Anggota DPRD Kota Semarang lainnya, Rahmulyo Adi Wibowo, menegaskan bahwa kesejahteraan pekerja harus tetap menjadi fokus utama dalam pembahasan UMK.
Namun, ia mengingatkan agar keputusan akhir juga mempertimbangkan kondisi riil pelaku usaha.
BACA JUGA: Temui Dewan, Serikat Buruh Desak UMK Kota Semarang 2026 Naik Jadi Rp4,1 Juta
“Kesejahteraan buruh harus dipikirkan secara matang, tapi jangan lupa keberadaan buruh juga bergantung pada pengusaha. Karena itu, forum tripartit, buruh, pengusaha, dan pemerintah, harus mencari jalan tengah yang realistis,” jelas Rahmulyo.
Menanggapi usulan buruh yang meminta UMK Kota Semarang tahun 2026 sebesar Rp4,1 juta. Rahmulyo menilai angka tersebut masih wajar mengingat tingginya biaya hidup di kota metropolitan.
“Untuk ukuran Semarang, usulan itu bisa dimaklumi. Namun tetap harus di kaji bersama agar hasilnya sesuai kemampuan dunia usaha dan kebutuhan layak pekerja,” ujarnya.
Ia juga menyebutkan bahwa survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) menjadi dasar penting dalam menentukan angka final UMK.
“Biasanya menjelang akhir tahun, survei KHL terlaksana oleh perwakilan buruh, pengusaha, dan pemerintah. Hasilnya nanti akan jadi bahan rekomendasi ke wali kota dan kemudian ke gubernur untuk disahkan,” jelasnya.
Rahmulyo turut menyoroti tantangan baru di era modern, yakni kemungkinan peran tenaga kerja manusia tergantikan oleh robot jika biaya tenaga kerja terlalu tinggi.
“Perkembangan teknologi memang membuka peluang penggunaan tenaga robot, tapi tidak semua sektor bisa digantikan. Justru ini menjadi momentum untuk meningkatkan kualitas SDM agar tetap relevan,” tegasnya.
Menurutnya, peningkatan kesejahteraan buruh harus diimbangi dengan peningkatan kompetensi. “Kalau kesejahteraan naik, kemampuan juga harus ikut naik. Jadi buruh tidak hanya sejahtera, tapi juga semakin produktif dan bernilai tinggi di mata industri,” tutupnya. (*)
Editor: Elly Amaliyah












