“Di Kota Semarang, sektor kerajinan dan konveksi pakaian jadi itu hilang. Furniture yang kami usulkan juga tidak ada. Padahal di 2025 sektor-sektor itu masih masuk,” katanya.
FSPIP Jawa Tengah mengaku kecewa terhadap kebijakan pemerintah yang menghapus beberapa sektor unggulan dari skema UMSK. Menurut Karmanto, hal tersebut menunjukkan kemunduran dalam kebijakan pengupahan, terlebih kondisi upah di Jawa Tengah hingga saat ini belum sepenuhnya memenuhi standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
“Ini jelas kemunduran. Jawa Tengah itu kondisi upahnya belum 100 persen KHL, tapi justru sektor-sektor unggulan malah dihilangkan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, sektor-sektor yang dihapus merupakan sektor strategis dengan kontribusi besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pertumbuhan industri, serta berorientasi ekspor.
BACA JUGA: Daftar Lengkap UMK Jateng 2026: Kota Semarang Tertinggi Rp3,7 Juta, Banjarnegara Terendah Rp2,3 Juta
Lebih jauh, Karmanto mengingatkan bahwa kenaikan upah yang berlaku saat ini masih belum mampu mencukupi kebutuhan hidup buruh secara layak dan berpotensi menekan daya beli masyarakat.
“Kalau kondisi upah masih seperti ini, daya beli masyarakat akan lemah. Buruh akan lebih banyak menahan pengeluaran karena pendapatan sebulan belum mencukupi kebutuhan sehari-hari,” pungkasnya. (*)
Editor: Farah Nazila













