SEMARANG, beritajateng.tv – Tren fotografer jalanan yang memotret pelari tanpa izin lalu menjual hasil foto di platform FotoYu mendapat sorotan dari Pakar Komunikasi Digital Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Paulus Angre Edvra.
Edvra menegaskan, mengambil foto seseorang di ruang publik tanpa izin tetap melanggar privasi, terlebih bila menjual foto tersebut secara komersial.
“Enggak, sebenarnya tidak [boleh] sama sekali, karena itu sudah menjadi privasi,” ujar Paulus saat beritajateng.tv jumpai di kantornya, Senin, 3 November 2025.
Menurutnya, di ruang publik, bukan berarti setiap orang bebas menjadi objek foto. Edvra menegaskan, tetap harus menghormati identitas dan citra diri seseorang.
“Contoh misalnya ya, ada orang yang dikenal pakai jilbab, lalu difoto sedang lari tanpa jilbab. Itu sudah melanggar, karena public image-nya kan dia ingin menunjukkan diri berhijab,” jelasnya.
Edvra mencontohkan, pelanggaran bisa terjadi saat seseorang difoto dengan pakaian terbuka lalu fotonya tersebar di ruang digital. Meski anggapan awalnya sepele, foto itu bisa berujung pada persekusi atau pelecehan di dunia maya.
“Kalau misalnya itu menurut dia (si pelari dengan pakaian terbuka) tidak masalah, tapi kemudian orang itu menjadi subjek persekusi di ruang digital karena pakaiannya, yang jadi korban kan ya orang itu,” katanya.
Oleh sebab itu, Paulus mengimbau fotografer agar meminta izin lebih dulu sebelum mengambil gambar orang lain.
“Sebisa mungkin mintalah izin dulu ketika mau foto. Di luar negeri pun banyak kejadian, orang bisa langsung menegur, ‘Kameranya mengarah ke saya, saya tidak mau, tolong hapus,’” sambungnya.
Ambil foto pelari tanpa izin lalu jual di FotoYu suatu “komodifikasi tubuh digital”
Edvra menyebut fenomena fotografer jalanan yang menjual foto pelari di FotoYu sebagai bentuk komodifikasi tubuh digital, yakni menjadikan orang lain sebagai objek ekonomi tanpa persetujuan.
“Kalau tanpa persetujuan tiba-tiba saya difoto lalu kemudian dijual, itu secara etis tidak bisa dilakukan karena si street photographer itu mengkomodifikasi saya,” ujarnya.
Ia menegaskan, transaksi hanya sah bila ada kesepakatan antara fotografer dan pelari. Misalnya, pelari sengaja menyewa fotografer untuk mendokumentasikan kegiatannya.
“Kalau saya menyewa fotografer berarti sudah ada agreement-nya. Fotografer bertanggung jawab memfoto saya, dan saya bertanggung jawab membayar,” kata dia.
BACA JUGA: Raup Cuan Jutaan Rupiah dari Hunting Foto Orang Olahraga













