Beberapa duta besar Pacul sebut pernah bertanya kepadanya. Pertanyaan itu tak jauh dari alasan sesungguhnya mengapa Pacul bersikeras mengamankan Jawa Tengah dalam pertempuran elektoral lima tahunan ini.
“Saya jawab, Jateng itu Indonesia mini, di mana toleransi oke, kebhinekaan oke, di sini hidup orang dari spektrum kiri sampai spektrum kanan ada semua. Kalau nanti Jateng ambruk, saya khawatir toleransi akan hilang,” jelasnya.
BACA JUGA: Cerita Bambang Pacul Tak Ingin Nyaleg Lagi di 2024: Lagi-lagi Ini Perintah
Maka, perjuangan Pacul dalam mempertahankan Jawa Tengah habis-habisan sebagai kandang banteng bukan semata-mata perintah Ketua Umum saja. Melainkan tebersit pesan dan alasan ideologis di dalamnya.
“Jawa Tengah ini harus dipimpin partai kuat, nasionalis, dan bisa merangkul semuanya, ada ideologinya. Lima karisedenan dengan kultur berbeda, kultur Surakarta, Semarang, Banyumas, Pati, Kedu, ini berbeda. Ini terangkum dengan baik toleransinya, harus pertahankan. PDIP meski jadi ketua kelas di Jateng agar semua bisa diayomi, biar Jateng tidak konflik,” paparnya.
Sebagai ketua tempur PDI Perjuangan di Jawa Tengah, usai 14 Februari 2024 belum tentu perang berakhir.
“Pertempuran pasca coblosan ada, masih ada pertempuran. Kan misalnya itu ada PSU (pemilihan suara ulang), ada hitung-hitungan tidak pas, jadi pasti kita jaga betul,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi