“Anak ini sudah melaporkan perundungan ke sekolah, tapi sekolah tidak memberikan tanggapan. Di sisi lain bagaimana keluarganya ketika sang anak menjadi korban bully? Apakah orang tuanya tidak menanggapi sehingga anak ini tidak punya pertimbangan ketika mengambil keputusan seperti itu?” ucapnya.
Korban perundungan, lanjut Diyah, cenderung tidak cukup mampu mengontrol tekanan yang datang secara terus-menerus. Salah satu reaksi emosi yang ada dalam dunia psikologi adalah fight atau menyerang.
“Saat kompetensinya tidak cukup kuat untuk beradaptasi dengan tekanan itu, yang muncul adalah respons primitif yaitu emosional. Ditambah ia masih remaja di mana memang pada umumnya kemampuan logika dan emosi tidak cukup baik,” jelasnya.
BACA JUGA: Polisi Amankan Seorang Pelajar SMP yang Bakar Sekolahnya Sendiri
Kasus ini seperti menjadi pengingat penting bahwa kasus perundungan anak bukanlah masalah sepele, dan konsekuensinya bisa sangat serius.
Oleh karenanya, ia meminta agar pihak-pihak terkait, baik itu pihak sekolah, orang tua, maupun masyarakat umum, untuk bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak.
“Kejadian di sekolah berarti korelasinya dengan sistem yang terjadi di sekolah itu. Kepala sekolah harus evaluasi apa yang salah dalam sistem pembelajaran yang ada, bukan waktunya untuk menyalahkan si anak, supaya kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa depan,” harapnya. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi