Akses tetap ditutup meskipun telah mengajukan banding
Juladi mengaku telah mengajukan banding terhadap putusan pengadilan pada Selasa, 23 Juli 2025. Namun, penutupan akses ke wilayah tempat tinggalnya tetap berlangsung pada Kamis, 24 Juli 2025.
Penutupan ini disebut dilakukan oleh pengacara dari pihak yang memenangkan perkara, yakni Roberto Sinaga, yang mewakili Sri Rejeki.
“Saya sudah bilang saya banding, tapi tetap ditutup. Katanya itu urusan dia. Saya sudah lapor ke RT, kelurahan, tapi tidak mereka gubris. Akhirnya saya [bilang] mau viralkan,” ungkap Juladi.
Penutupan akses ini tidak hanya menyulitkan kehidupan sehari-hari Juladi dan istrinya, Imelda Tobing (55) yang bekerja sebagai pemulung. Namun, juga mengancam keselamatan mereka, terutama putrinya, JES (8) yang bersekolah di SDN 01 Sampangan.
Dalam kondisi hujan atau kebakaran, tidak ada jalur evakuasi yang bisa digunakan karena akses utama sudah ditutup.
Setelah memviralkan video tersebut, ia berharap ada penyelesaian adil yang tidak hanya mempertimbangkan legalitas administratif, tetapi juga kemanusiaan.
“Kalau tidak saya viralkan, mungkin kami terus mendapatkan intimidasi. Anak saya pun jadi korban,” tegas Juladi.
Kesaksian warga setempat
Menurut keterangan beberapa warga yang tinggal di sekitar Jalan Lamongan Selatan II, Kelurahan Bendan Ngisor, Kecamatan Gajahmungkur, penutupan akses ini merupakan buntut dari kasus persengketaan lahan yang terjadi sejak 2019.
BACA JUGA: Viral Tren S-Line: Antara Ekspresi Diri, Validasi Sosial, dan Risiko Psikologis
Selain karena pihak Sri Rejeki memenangkan kasus di pengadilan, warga juga menyebut bahwa Juladi kurang bersosialisasi di lingkungan sekitar.
Kasus ini telah mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat, pihak Kecamatan Gajahmungkur dan Dinas Pendidikan Kota Semarang telah meninjau lokasi tersebut. (*)
Editor: Farah Nazila