Ia menyebut, setelah penghentian sementara diterbitkan, pengelola tambang memiliki waktu 60 hari untuk memenuhi rekomendasi penataan tambang yang diminta ESDM Jawa Tengah.
“Nanti setelah penghentian sementara ini kan aturan perundang-undangannya memang diberi waktu 60 hari untuk menyelesaikan rekomendasi kami untuk melakukan penataan tambangnya itu,” terang Mahendra.
Bisa cabut izin bila tambang tak penuhi rekomendasi
Apabila dalam evaluasi 60 hari ke depan pengelola tambang tidak melaksanakan rekomendasi tersebut, Mahendra menegaskan izin tambang dapat dicabut.
“Nah, setelah 60 hari nanti akan kami evaluasi. Kalau dari hasil evaluasinya ternyata dia tidak melaksanakan rekomendasi kami, ya nanti izinnya akan kami cabut,” tegasnya.
Mahendra turut memastikan bahwa lokasi tambang PT DBA di Baseh bukan berada dalam kawasan hutan. Seluruh perizinan tambang di wilayah Banyumas, kata dia, berada di luar area hutan lindung.
“Semua izin yang di Banyumas itu tidak ada yang masuk kawasan hutan. Jadi yang Baseh itu tidak masuk kawasan hutan posisinya,” jelasnya.
ESDM ungkap PT DBA bukan korporasi besar, melainkan tambang punya warga
Lebih jauh, Mahendra menjelaskan PT DBA merupakan perusahaan milik warga Baseh. Sebelum mengantongi izin penambangan pada 2021, sebagian warga melakukan penambangan ilegal.
“PT DBA itu bukan korporasi besar, tapi milik warga Baseh. Mereka dulu penambang ilegal, kemudian kami tertibkan,” ujar Mahendra.
Saat pembinaan berlangsung, kata dia, warga yang sebelumnya menambang secara ilegal memilih mengajukan izin penambangan setelah mengetahui adanya zona yang diizinkan untuk ditambang. Dinas ESDM pun kemudian menerbitkan izin seluas 9,7 hektare (ha).
“Karena lokasinya di luar kawasan hutan dan tata ruang memperbolehkan untuk ditambang. Namun tidak bisa memberikan izin kepada perorangan, sehingga mereka membentuk badan usaha. Saat ini bukaan yang sudah tertambang baru sekitar 2 ha,” jelasnya.
Ia menegaskan, persoalan di Bukit Jenar bukan hanya soal dampak lingkungan, melainkan juga adanya perbedaan kepentingan antarwarga.
BACA JUGA: ESDM Jateng Pastikan Tambang Tanah Urug di Batealit Jepara Ilegal: Masuk Lahan Lindung
Pihaknya menilai, warga berhak menolak penambangan jika terbukti merusak lingkungan. Namun pada saat yang sama, masyarakat juga memiliki hak mencari nafkah melalui kegiatan tambang selama sesuai regulasi.
“Pekerjanya juga warga situ, yang menolak juga warga situ. Jadi memang ada konflik horizontal. Pemerintah harus berdiri di tengah, kami berdiri berdasarkan aturan. Masyarakat boleh menambang asal patuhi ketentuan dan tidak merusak lingkungan. Kalau melanggar, kami bina, dan kalau tetap tidak berubah, izinnya bisa kami cabut,” pungkasnya.
Sebelumnya, unggahan akun Instagram @purwokertoonline mengunggah protes warga Baseh dan aktivis lingkungan yang turun ke jalan. Mereka mendesak untuk pemerintah menutup permanen tambang milik PT DBA.
“Puluhan warga Baseh bersama aktivis lingkungan turun ke jalan, mendesak penutupan permanen tambang PT DBA di Bukit Jenar, Banyumas. Selama empat tahun beroperasi, aktivitas tambang disebut telah merusak kolam ikan warga, serta menimbun sawah dengan sedimen pasir dan kerikil,” tulisnya.
“Sedimentasi tebal yang terbawa air hujan kini mengubah struktur tanah, menurunkan produktivitas pertanian, hingga merusak kualitas air kolam. Warga berharap DPRD Banyumas segera memanggil seluruh pihak terkait dan mengambil langkah nyata sebelum kerusakan semakin meluas,” imbuhnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi













