Irma menambahkan, kelompok paling rentan terinfeksi biasanya mereka yang sering kontak langsung dengan air atau tanah lembap.
“Biasanya yang banyak kena itu petani, yang di perkebunan atau orang-orang yang kerjanya berisiko di tempat-tempat seperti itu,” sambungnya.
Ada 657 kasus dan 108 kematian akibat Leptospirosis sepanjang 2025
Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan Jawa Tengah, tercatat 657 kasus leptospirosis dengan 108 kematian sepanjang tahun 2025. Jumlah tersebut meningkat dari tahun 2024 yang mencatat 545 kasus dengan angka kematian sekitar 12 persen.
“Ada 657 tapi ini yang terlaporkan, yang meninggal 108, memang cukup tinggi. Tapi laporan ini belum tentu jelek loh, bisa jadi tahun kemarin cukup tinggi tapi belum semua kasus melaporkan,” tuturnya.
BACA JUGA: Pakar Ingatkan Ancaman Banjir di Puncak Musim Hujan Bulan Januari-Februari: Pantura Paling Rawan
Irma menjelaskan, kenaikan kasus tak lepas dari perbaikan sistem pelaporan berbasis rumah sakit dan penguatan surveilans masyarakat.
“Tahun ini kasus tinggi karena kita minta laporan real time dari rumah sakit. Jadi surveilans kita jalan. Penyakit lepto itu dari dulu sudah ada, cuma sekarang banyak surveilans kita yang jalan,” jelasnya.
Irma menambahkan, curah hujan tinggi dan banjir yang terjadi hampir sepanjang tahun ikut berpengaruh pada meningkatnya sebaran penyakit. Adapun kelompok usia dewasa menjadi yang paling banyak terinfeksi karena lebih sering terlibat langsung dalam aktivitas banjir.
“Banjir dari awal tahun di mana-mana, hampir semua kabupaten-kota. Ini karena perubahan iklim juga berpengaruh ke sebaran penyakit. Tahun lalu DBD yang naik, tahun ini lepto yang naik. Rentang usianya paling banyak usia dewasa. Anak-anak kan jarang nyegur banjir,” pungkasnya. (*)
Editor: Farah Nazila













