Scroll Untuk Baca Artikel
NasionalPariwisata

Mengunjungi Monumen Ketenangan Jiwa, Saksi Bisu Pertempuran Lima Hari Semarang

×

Mengunjungi Monumen Ketenangan Jiwa, Saksi Bisu Pertempuran Lima Hari Semarang

Sebarkan artikel ini
Masyarakat saat mengunjungi Monumen Chinkon no Hi
Masyarakat saat mengunjungi Monumen Chinkon no Hi atau yang populer disebut Monumen Ketenangan Jiwa. (Fadia Haris Nur Salsabila/beritajateng.tv)

SEMARANG, beritajateng.tv – Kota Semarang menjadi saksi bisu dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Setahun yang lalu, tepatnya sejak tanggal 15 hingga 20 Oktober 1945, Kota Semarang menjadi medan pertempuran para pejuang dalam upaya meraih kemerdekaan.

Berlangsung selama lima hari, momen tersebut terkenal dengan Pertempuran Lima Hari di Semarang.

Untuk memperingati Pertempuran Lima Hari, pada 14 Oktober 1988, pemerintah dan warga Jepang membangun Monumen Chinkon no Hi atau yang populer dengan sebutan “Monumen Ketenangan Jiwa”.

Terletak di tepi Banjir Kanal Barat, dekat dengan Pantai Baruna, monumen itu menjadi saksi bisu terjadinya Pertempuran Lima Hari di Semarang pada 14 Oktober 1945 silam.

“Monumen itu dibangun untuk mengingat korban dari Jepang yang saat itu banyak yang dibuang di aliran Sungai Banjir Kanal Semarang,” jelas Pemerhati Sejarah Kota Semarang, Johanes Christiono saat beritajateng.tv hubungi, Senin, 14 Oktober 2024.

BACA JUGA: Aksi Teatrikal Pertempuran Lima Hari Semarang, Sekda: Gambarkan Nilai-nilai Perjuangan

Johanes menjelaskan, Monumen Ketenangan Jiwa memuat nama-nama tentara Jepang dan warga sipil yang tewas dalam Pertempuran Lima Hari di Kota Semarang. Sedikitnya, kata dia, ada 150 nama yang tertulis di monumen tersebut.

“Pada prasasti batu granit besar itu juga di tuliskan kisahnya,” ujar Johanes.

Makna pembangunan Monumen Ketenangan Jiwa

Lebih lanjut, Johanes turut mengisahkan Pertempuran Lima Hari di Semarang. Saat itu, pejuang kemerdekaan sudah terlanjur marah karena dr. Kariadi tewas terbunuh oleh tentara Jepang saat akan menuju Penampungan Air Siranda.

“Kariadi saat tiba di Pandanaran dibunuh Jepang. Ada yang bilang ditembak dan ada juga yang bilang digolok,” beber Johanes.

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan