SEMARANG, beritajateng.tv – Penilaian awal Badan Intelijen Pertahanan Amerika Serikat (DIA) mengungkapkan bahwa serangan militer AS terhadap tiga fasilitas nuklir utama Iran pada akhir pekan lalu gagal menghancurkan komponen inti program nuklir negara tersebut. Prediksinya, serangan itu hanya menunda upaya pengayaan nuklir Iran selama beberapa bulan.
Komando Pusat AS melakukan penilaian kerusakan usai serangan yang dilancarkan pada Ahad, 22 Juni 2025, dan hasil awal menunjukkan bahwa dampaknya tidak seefektif yang Presiden AS Donald Trump klaim.
Meski analisis masih berlangsung dan bisa berubah seiring munculnya data baru, temuan ini jelas bertentangan dengan pernyataan Trump yang menyebut bahwa fasilitas nuklir di Fordow, Natanz, dan Isfahan telah “sepenuhnya hancur”.
Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, tetap membela keputusan serangan tersebut. Ia menyebut bahwa langkah militer itu telah “menghancurkan kemampuan Iran untuk membuat senjata nuklir.”
BACA JUGA: Iran Serang Pangkalan AS di Qatar, 19 Rudal Hantam Al Udeid, Arab Cs Marah
Namun di sisi lain, Hegseth juga mengakui keterbatasan operasi militer dalam menumpas total program nuklir suatu negara.
“Saya tidak berpikir Anda bisa membom program nuklir sampai benar-benar lenyap,” ujar Hegseth.
Pengamat kebijakan luar negeri dari Middle East Institute, Brian Katulis, menilai serangan ini lebih banyak berdampak politis bagi citra Presiden Trump.
“Saat ini, dia memang tampak seperti pemimpin kuat yang menghasilkan tindakan nyata. Tapi ketika situasi tenang dan efek jangka panjang muncul, masyarakat akan bertanya, ‘Apakah kita benar-benar lebih aman?’” ungkap Katulis.
Di forum internasional, perwakilan AS untuk PBB, Dorothy Shea, menyebut serangan tersebut berhasil memenuhi tujuan strategis jangka pendek.
“Operasi ini bertujuan menurunkan kapasitas Iran dalam memproduksi senjata nuklir dan melindungi keamanan regional, termasuk Israel,” tegas Shea saat berbicara di hadapan 15 anggota Dewan Keamanan PBB.
Shea juga menegaskan bahwa serangan tersebut sesuai dengan hak membela diri kolektif berdasarkan Piagam PBB.