SEMARANG, beritajateng.tv – Fenomena tren foto polaroid bersama artis yang dibuat menggunakan teknologi kecerdasan buatan atau AI semakin ramai di media sosial beberapa pekan terakhir. Tak sedikit warganet berlomba-lomba mengikuti tren ini dan memamerkan hasil editannya di berbagai platform digital.
Namun, Dosen sekaligus Pakar Komunikasi Digital Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Paulus Angre Edvra, mengingatkan bahwa di balik tren tersebut ada risiko serius yang perlu dicermati.
Edvra menilai, potensi masalah bukan hanya soal etika penggunaan foto orang lain, namun juga menyangkut disinformasi dan keamanan data pribadi. Hal itu Edvra ungkap saat beritajateng.tv hubungi via WhatsApp Call, Rabu, 17 September 2025.
“Bisa jadi disinformasi ya, artinya ada foto palsu yang sengaja disebarkan agar viral untuk merugikan atau menyerang pihak tertentu. Tapi bisa juga misinformasi, yakni informasi salah yang disebarkan tanpa maksud menyerang, murni karena ketidaktahuan,” jelas Edvra.
BACA JUGA: Viral Tren Foto Bareng Artis Pakai Google Gemini AI, Hasilnya Super Realistis di TikTok
Pihaknya menekankan, tren seperti ini bukan fenomena baru. Ia menyebut, warganet kerap terbawa arus tren digital lantaran dorongan fear of missing out (FOMO) alias takut ketinggalan.
Ia mencontohkan tren serupa yang sebelumnya sempat viral, seperti mengubah foto menjadi karakter kartun ala Studio Ghibli atau menjadikannya figur mini 3D.
“Dulu sempat tren foto gaya Studio Ghibli, sekarang polaroid bareng artis. Banyak yang ikut tanpa sadar dampak negatifnya,” terangnya.
Edvra ingatkan ancaman privasi
Bagi Edvra, yang lebih berbahaya justru aspek keamanan data biometrik yang pengguna berikan saat mengunggah foto ke aplikasi berbasis AI. Ia menegaskan, baik wajah, pola retina, bahkan bentuk tubuh bisa menjadi kode identifikasi yang berharga.
“Pernahkah tidak kita bertanya, setelah foto AI proses apakah langsung hilang? Atau justru tersimpan dalam database? Wajah, retina, dan bentuk tubuh bisa menjadi kode identifikasi,” tuturnya.