SEMARANG, beritajateng.tv – Suasana di depan SMAN 11 Semarang memanas pada Jumat, 24 Oktober 2025 pagi. Sejumlah alumni SMAN 11 Semarang yang datang untuk menuntut transparansi dalam penanganan kasus konten asusila berbasis kecerdasan buatan (AI) yang melibatkan Chiko Radityatama Agung Putra justru tidak diperbolehkan masuk ke lingkungan sekolah.
Salah satu alumni, Nailah, mengungkapkan kekecewaannya karena pihak sekolah terkesan menutup akses bagi para alumni yang ingin memastikan komitmen sekolah dalam memberi keadilan bagi korban.
“Kami datang untuk melihat bagaimana sekolah menyelesaikan kasus ini, tapi malah tidak boleh masuk. Padahal korban banyak dari alumni juga, bukan cuma siswa aktif,” ujar Nailah di depan gerbang sekolah.
Ia menyebut, pihak sekolah beralasan pelarangan itu demi menghindari potensi provokasi. Namun, Nailah menilai kebijakan tersebut justru memperlihatkan sikap tidak terbuka dari sekolah.
“Kalau memang niat membantu korban, kenapa kami ditolak masuk? Dari sini saja sudah kelihatan, sekolah lebih fokus membersihkan nama baiknya, bukan membela korban,” lanjutnya.
Korban dan alumni SMAN 11 Semarang minta hukuman setimpal untuk pelaku
Nailah juga menegaskan, para korban dan alumni berharap pelaku mendapat hukuman setimpal serta melakukan permintaan maaf secara terbuka, bukan hanya kepada sebagian kecil korban.
“Harapannya, pelaku dihukum biar jera. Dan minta maaf ke semua korban, bukan cuma yang datang ke rumahnya waktu itu. Karena masih banyak korban yang belum dapat keadilan,” tegasnya.
Ia mengungkapkan, saat pertemuan pertama di rumah pelaku, hanya sekitar 5 hingga 7 korban yang hadir. Padahal, menurut Nailah, jika dilihat dari unggahan pelaku di media sosial menunjukkan jumlah korban mencapai puluhan.
“Di Twitter saja ada sekitar 50-an anak yang mengaku jadi korban. Itu belum termasuk yang dari luar [sekolah],” jelas Nailah.
BACA JUGA: Bantah Tutupi Kasus AI Chiko, Kepala Sekolah SMAN 11 Semarang: Kami Berpihak Pada Korban
Nailah juga menyoroti janji pihak sekolah yang tak pernah terealisasi. Menurutnya, pihak sekolah sempat berjanji akan mengundang alumni untuk menghadiri klarifikasi dan permintaan maaf pelaku di depan publik saat upacara. Namun hingga kini, janji tersebut tidak pernah dipenuhi.
“Sekolah dulu bilang akan undang kami waktu pelaku minta maaf di depan seluruh korban. Tapi sampai sekarang tidak ada aksi apa pun. Akhirnya kami merasa dibohongi,” ucapnya.













