Scroll Untuk Baca Artikel
KesehatanNasional

Menyoal Sikap Agresif Yudo Andreawan, Psikolog Klinis: Berpendidikan Tinggi Belum Tentu Cerdas Emosional

×

Menyoal Sikap Agresif Yudo Andreawan, Psikolog Klinis: Berpendidikan Tinggi Belum Tentu Cerdas Emosional

Sebarkan artikel ini
kasus yudo andreawan
Merespons bentuk sikap agresif pada kasus Yudo Andreawan, psikolog klinis berkata bahwa berpendidikan tinggi belum tentu cerdas emosional. (Made Dinda Yadnya Swari/beritajateng.tv)

SEMARANG, beritajateng.tv – Saat ini tengah ramai beredar video kasus Yudo Andreawan (YA), seorang pria yang kedapatan mengamuk di sejumlah tempat umum. Yudo sendiri merupakan mahasiswa S-2 Program Magister Ilmu Hukum Universitas Indonesia (UI).

Mengulik kasus Yudo Andreawan, awak beritajateng.tv menemui Psikolog Klinis Diyah Puspitaningrum di Taman Bintang, sebuah klinik psikologi dan terapi anak yang berlokasi di Kecamatan Wonodri, Semarang Selatan.

Saat membincang terkait kasus Yudo Andreawan yang merupakan mahasiswa S-2 UI, ia menegaskan bahwa kecerdasan akademis tidak serta merta menentukan kecerdasan emosi seseorang.

“Belum tentu orang yang berpendidikan tinggi akan memiliki kecerdasan emosional yang baik. Perlu kita ingat kalau kecerdasan akademis seseorang tidak menentukan kecerdasan emosionalnya,” tegasnya, Sabtu (16/4/2023).

Menanggapi kasus Yudo Andreawan, ia menegaskan bahwa tidak boleh memberikan label apa pun kepada yang bersangkutan tanpa adanya ahli yang memeriksa secara khusus.

Terlebih, ia menerangkan bahwa seluruh perilaku termasuk memukul dan perilaku agresif lainnya selalu memiliki alasan yang mendasari.

“Orang memukul itu selalu ada reason, selalu ada alasan. Alasan itu seperti fenomena gunung es. Artinya, kadang orang itu belum atau tidak semua mampu mengidentifikasi alasan apa yang membuat dia itu marah,” paparnya.

Perilaku Agresif Kasus Yudo Andreawan, Salah Satu Tahapan Emosional

Perilaku mengamuk sebagaimana yang Yudo Andreawan lakukan tersebut merupakan salah satu tahapan emosional seseorang.

“Jadi, tahapan emosional manusia itu ada yang namaya iritasi, kemudian masuk ke fase yang di mana ia mulai tidak nyaman dengan iritasi yakni fase marah (anger), terus lanjut dengan fase mengamuk (rage). Yang muncul pada kasus yang bersangkutan itu fase mengamuk itu,” jelasnya.

Adapun perilaku agresif seseorang dapat muncul karena 2 (dua) alasan, yakni perilaku yang penyebabnya gangguan neurologis dan perilaku yang penyebabnya lingkungan sekitar. Perilaku agresif yang penyebabnya lingkungan sekitar juga terpengaruh oleh bagaimana seseorang berhadapan dengan masa kecilnya.

“Kalau dia tidak dapat didikan perilaku yang baik di keluarganya, maka dia akan mempelajari di luar. Perilaku itu muncul karena alasan itu tadi yang berbeda-beda. Rasa kecewa, jengkel, sedih, marah, iri hati, balas dendam, itu yang muncul semua hanya perilakunya. Alasan yang mendasari perilaku itu tidak nampak, seperti itulah fenomena gunung es,” ungkapnya.

Pembentukan Emosi Masa Kanak-Kanak Krusial untuk Masa Depan

Berkaca melalui kasus ini, masa kanak-kanak merupakan masa yang krusial dalam membentuk emosi seseorang kelak di masa depan.

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan