Selain itu, AJI juga mengecam ancaman yang dilontarkan Kasubdit tersebut terhadap korban dengan mengatakan jejak komunikasi digital serta akun sosial medianya sudah terlacak. Kasim menilai, sikap dan tindakan oknum ini termasuk ancaman serius bagi kebebasan pers.
“Ingat bahwa negara tidak memberikan fasilitas kepada kepolisian untuk menakut-nakuti masyarakat, apalagi pers yang jelas jelas dilindungi Undang Undang,” kritiknya.
Pemanggilan sepihak kepada jurnalis dan intimidasi mestinya tidak terjadi lagi, karena keberatan atas pemberitaan ada mekanismenya, sebagaimaa diatur dalam Undang Undang Pers melalui hak jawab dan atau hak koreksi.
Kasim juga menekankan agar institusi Polri mematuhi perjanjian kerjasama antara Bareskrim Polri dengan Dewan Pers dengan Nomor 03/DP/MOU/III/2022 dan Nomor NK/4/III/2022. Perjanjian kerjasama ini untuk meminimalisir kriminalisasi terhadap karya jurnalistik.
Atas kejadian ini dan rentetan kejadian sebelumnya, Kasim meminta Kapolda NTB Irjen Pol Djoko Poerwanto mengevaluasi kinerja jajarannya mulai dari tingkat Direktur hingga Kasubdit, kemudian menjatuhkan sanksi kepada yang terbukti melanggar kebebasan pers.
Sementara itu, Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto di hadapan sejumlah pengurus AJI Mataram mengklarifikasi, bahwa ada miskomunikasi antara Kasubdit tersebut dengan jurnalis ntbsatu.com. Penyampaian Kasubdit bersama penyidik bermaksud untuk menjelaskan posisi kasus tersebut dan dampaknya bagi personal penyidik hingga atasannya.
Kendati demikian, Artanto memastikan kejadian ini akan jadi bahan evaluasi secara internal. Artanto berharap tidak ada lagi yang saling mempersoalkan, baik antara jurnalis maupun penyidik Ditreskrimsus.
Ia juga mengatakan, penyelesaian masalah miskomunikasi itu kepada Kapolda NTB, Irjen Pol Djoko Poerwanto untuk kemudian diambil upaya evaluasi. Salah satu dalam perencanaannya adalah melakukan sosialisasi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers kepada penyidik mulai dari tingkat Polda hingga Polres. (*)
editor: ricky fitriyanto