SEMARANG, beritajateng.tv – Mantan Ketua Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI), Nur Hidayat Sardini (NHS), melayangkan kritik keras kepada kinerja Bawaslu Jawa Tengah selama Pilkada 2024.
Bahkan, NHS menilai Bawaslu Jawa Tengah cenderung malas dalam melakukan pengawasan secara aktif.
“Ya itu, pemalas mereka itu, mereka tidak mau ketimpa beban kerja. Anda tahu bahwa aspek proksimitas, di dalam Pemilu ada, itu memang tinggi karena tarik ulur antarkekuatan,” ungkap NHS.
Kritikan itu muncul sebagai respons terhadap sejumlah laporan dugaan pelanggaran netralitas, khususnya keberpihakan kepala desa yang ditangani Bawaslu Jawa Tengah selama tahapan Pilkada.
BACA JUGA: Imbau Soal Track Record, Habib Jafar Beri Pesan Jelang Pilgub Jateng: Jangan Pilih Paslon Ambisius
Padahal, kata NHS, larangan keterlibatan kepala desa dan perangkat desa telah jelas teratur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
“Ada peraturan KPU dan Bawaslu tentang mekanisme kampanye dan tindak lanjut pengawasan pemilu. Kerja Bawaslu tidak bisa semata mengandalkan pada keterbatasan waktu,” terang sosok yang juga menjabat sebagai Kaprodi Ilmu Pemerintahan Undip itu.
Meskipun waktu menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran hanya tiga hari setelah aduan masuk, NHS mengungkap Bawaslu memiliki opsi untuk memperpanjang waktu jika perlu.
“Kalau saya meyakini, bahwa sebenarnya itu [laporannya] kuat kalau dilakukan pengusutan lebih jauh. Jangan berlindung di balik limitasi waktu 3 hari, karena 3 hari pun masih bisa ditambah 3 hari,” tegas NHS.
NHS ungkap tiga jenis pengawasan oleh Bawaslu, jika tak bekerja dengan baik bisa lapor ke DKPP
NHS menjelaskan, Bawaslu dapat melakukan tiga jenis pengawasan. Adapun tiga pengawasan itu ialah pengawasan pasif dari hasil laporan peserta Pemilu, pengawasan aktif secara langsung oleh jajaran Bawaslu, dan pengawasan partisipatif yang melibatkan kerja sama dengan unit lain, termasuk penegak hukum.