Pemblokiran itu merupakan keputusan kabinet yang dilaksanakan setelah Mahkamah Agung mengeluarkan perintah pada September tahun lalu.
Sejak 2023, pemerintah juga telah menetapkan aturan yang mewajibkan setiap platform media sosial untuk mendaftar serta memiliki perwakilan resmi di dalam negeri.
Tercatat hanya lima platform yang sudah resmi terdaftar, di antaranya TikTok dan Viber, sementara dua lainnya masih dalam proses pendaftaran.
Sementara itu, media sosial seperti Facebook, Instagram, dan X memiliki jutaan pengguna di Nepal yang memanfaatkannya untuk hiburan, informasi, maupun kegiatan bisnis.
Nepal sebelumnya juga pernah membatasi akses ke sejumlah platform daring populer.
Pada Juli lalu, pemerintah memblokir aplikasi pesan instan Telegram dengan alasan meningkatnya kasus penipuan online dan praktik pencucian uang.
Demo
Sementara itu, pada Agustus tahun sebelumnya, pemerintah mencabut larangan sembilan bulan terhadap TikTok setelah platform tersebut menyatakan kesediaannya untuk mengikuti aturan yang berlaku di Nepal.
BACA JUGA: Lewat Pemilihan Ketua OSIS, Bawaslu Blora Sosialisasikan Praktik Demokrasi di SMAN 2 Blora
Kerusuhan meletus setelah demonstrasi menentang pemblokiran media sosial berubah ricuh. Awalnya, para peserta aksi menyanyikan lagu kebangsaan sebelum meneriakkan protes terhadap kebijakan pemerintah dan praktik korupsi.
Seorang mahasiswa berusia 20 tahun, Ikshama Tumrok, menyebut aksinya sebagai bentuk penolakan terhadap “sikap otoriter” pemerintah.
Dalam beberapa foto yang beredar, terlihat para demonstran membawa bendera One Piece seperti yang pernah terjadi di Indonesia. Isu korupsi memang menguat dalam beberapa tahun terakhir, melibatkan menteri, mantan menteri, hingga pejabat tinggi.
Sejak pemblokiran diberlakukan, video yang memperlihatkan kontras antara kehidupan rakyat biasa dengan gaya hidup mewah anak-anak politisi viral di TikTok. (*)