“Apresiasi ini dalam arti bahwa kepedulian ini bagaimana nguri-uri budaya Jawa khususnya seni kuda lumping. Pemerintah Kabupaten Semarang juga sudah sangat peduli. Di tahun ini saja ada bantuan hibah kesenian di 1.500 lokasi untuk 3.617 kelompok kesenian di Kabupaten Semarang,” jelasnya dalam acara yang dimoderatori Ricky Fitriyanto tersebut.
Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbudpora Kabupaten Semarang Slamet Widodo menjelaskan, eksistensi seni kuda lumping yang berbasis seni rakyat di Kabupaten Semarang cukup besar. Hampir setiap dusun ada seni kuda lumping dengan nama yang berbeda beda. Ada yang menyebut reog, kuda lumping, jathilan dan sebagainya.
“Namun pada prinsipnya sebagai seni rakyat yang tumbuh dan berkembang di masyarakat tanpa basic yang ada di keraton. Sehingga perkembangannya luar biasa sesuai dengan keinginaan masing-masing. Tanpa ada pakem yang harus diikuti. Semua seni itu baik, seni kuda lumping dengan berbagai coraknya adalah kekayaan budaya kita,” ungkapnya.
Dia juga mengapresiasi Kelompok Seni Kuda Lumping Sri Ngesti Lestari yang memadukan seni tersebut dengan reog dan sedikit musik dangdut. Semua dilakukan untuk menarik minat penonton dan mengikuti perkembangan zaman.
Ketua Kelompok Seni Kuda Lumping Sri Ngesti Lestari, Pawit menyampaikan, kesenian kuda lumping itu menceritakan suasana ketika akan berangkat perang dengan menaiki kuda. Kemudian dijadikan seni budaya dan terus berkembang mengikuti zaman.
“Anggota Kelompok Seni Sri Ngesti Lestari ada 40 anggota. Kami merangkul generasi anak-anak dan diberi kesempatan untuk belajar dan ikut pentas. Dengan harapan tetap lestari kebudayaan kita,” jelas Pawit yang mengaku menekuni seni kuda lumping sejak kecil. (adv)
editor: ricky fitriyanto